Jumat, 26 November 2021 / 06:28 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211125195452-532-726190/sri-mulyani-sentil-belanja-apbd-rendah-meski-pendapatan-naik

Jakarta, CNN Indonesia — Menteri Keuangan Sri Mulyani menyoroti realisasi belanja pemerintah daerah yang sangat rendah, yaitu baru mencapai Rp689,76 triliun per 31 Oktober 2021 atau 56,36 persen dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Rp1.223,82 triliun.

Menurut Ani, sapaan akrabnya, realisasi belanja ini tak sebanding dengan pendapatan daerah di APBD yang justru meningkat. Tercatat, realisasi sudah 70,2 persen dari pagu APBD.

“Realisasi pendapatan APBD menjadi lebih tinggi dari realisasi belanja APBD, ini menyebabkan daerah surplus. Ini menggambarkan pemda belum meningkatkan peranannya yang cukup signifikan untuk ikut memulihkan ekonomi nasional,” ujar Ani di konferensi pers APBN KiTa, Kamis (25/11).

Padahal, sambungnya, pemerintah pusat berharap pemda bisa ikut memberi sumbangsih pada pemulihan ekonomi nasional. Caranya, dengan mempercepat realisasi belanja, khususnya yang berkaitan dengan penanganan dampak pandemi covid-19, seperti untuk kesehatan dan perlindungan sosial kepada masyarakat.

Bahkan, tak sekadar memberi kontribusi yang minim, realisasi pertumbuhan belanja daerah justru terkontraksi 2,21 persen secara tahunan. Tercatat, realisasi belanja daerah justru lebih tinggi pada tahun lalu, yaitu mencapai Rp705,34 triliun per Oktober 2020.

Berdasarkan fungsi belanja, realisasi belanja yang terkontraksi ini terjadi pada belanja kesehatan sebesar minus 1 persen dengan realisasi cuma Rp113,09 triliun dan belanja perlindungan sosial minus 27,8 persen dengan realisasi baru Rp7,25 triliun.

“Pada saat pemerintah ingin melakukan dukungan terhadap pemulihan ekonomi melalui belanja baik pusat dan daerah, belanja daerah justru mengalami kontraksi 2,21 persen,” katanya.

Tak hanya itu, bendahara negara juga menyayangkan bahwa realisasi belanja daerah justru didominasi oleh belanja pegawai mencapai Rp284,92 triliun. Sisanya berupa belanja barang Rp178,4 triliun, belanja modal Rp65,65 triliun, dan belanja lainnya Rp160,79 triliun.

Lebih lanjut, mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu juga menyorot dua provinsi, yaitu Banten dan Sulawesi Tenggara. Ani mengatakan Banten merupakan provinsi dengan serapan transfer ke daerah terbesar, yaitu mencapai 83,3 persen dari pagu transfernya.

“Namun belum diikuti dengan belanjanya, belanjanya masih sangat rendah di bawah 50 persen,” imbuhnya.

Sementara Sulawesi Tenggara telah menerima transfer ke daerah sekitar 80,38 persen. Realisasinya di bawah rata-rata nasional sekitar 82,07 persen.

Tapi, selisih antara realisasi pendapatan dan belanja Sulawesi Tenggara merupakan yang terendah dari provinsi-provinsi lain, yakni cuma 3,14 persen. Sedangkan Banten mencapai 32,19 persen.

“Serapan belanja yang lambat tentunya akan mempengaruhi kemampuan untuk mendorong pemulihan di masing-masing daerah. Kita berharap pemerintah daerah bisa mengakselerasi karena ini tinggal satu bulan terakhir,” katanya.

Di sisi lain, Ani juga menyoroti dampak realisasi belanja yang rendah padahal pendapatan cukup besar ke simpanan pemda di perbankan. Ternyata, pendapatan yang besar justru tersimpan di bank dengan jumlah mencapai Rp226,71 triliun per Oktober 2021.

“Ini adalah angka tertinggi, lebih tinggi dari Juli kemarin,” ujarnya.

Untuk itu, Ani berharap pemda bisa segera membelanjakan dananya karena batas pelaksanaan anggaran tinggal sebulan lagi.

“Ini masih harus dipecahkan bagaimana APBD dan terutama transfer dari pusat tidak berhenti dan hanya menjadi dana yang disimpan di perbankan,” pungkasnya