Source : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20221103110445-532-868944/warga-sri-lanka-demo-tolak-kenaikan-pajak-30-persen/

Jakarta, CNN Indonesia – Ratusan orang di Sri Lanka menggelar aksi unjuk rasa memprotes kebijakan pajak tinggi, inflasi, dan dugaan penindasan di tengah upaya negara itu untuk keluar dari krisis keuangan terburuk dalam tujuh dekade.
Unjuk rasa tersebut dilakukan oleh warga anti pemerintah, bersama partai-partai politik oposisi, serikat pekerja dan kelompok masyarakat sipil. Namun, aksi demo itu diblokir oleh polisi ketika para pengunjuk rasa berusaha mencapai bagian tengah kota di mana rumah presiden dan kementerian lainnya berada.

“Orang-orang hampir tidak bisa makan tiga kali sehari dan pemerintah ini tidak melakukan apa pun untuk mendukung orang-orang selain mengenakan pajak yang semakin banyak. Kami membutuhkan solusi dan kami akan terus berjuang untuk mereka,” kata Sekretaris Serikat Guru Ceylon Joseph Stalin, dikutip dari CNA, Kamis (3/11).

Presiden Ranil Wickremesinghe akan mempresentasikan anggaran pertamanya pada 14 November besok di mana di dalamnya mencakup kebijakan kenaikan pajak dan reformasi lainnya untuk mengembalikan ekonomi negara yang compang-camping ke jalurnya. Serta, mendapatkan persetujuan dari Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar US$2,9 miliar untuk dana talangan.

Rencananya, Ranil akan menaikkan pajak penghasilan badan dan pribadi hingga 30 persen, melebihi inflasi yang melonjak yang mencapai 66 persen pada Oktober.

Para pengunjuk rasa yang membawa bendera nasional dan hitam meneriakkan slogan-slogan ‘Ranil pulang’, selama pawai dan menyerukan pemilihan baru. Mereka juga menuduh pemerintah menggunakan undang-undang anti-terorisme yang kejam untuk menindak para pemimpin protes dan memenjarakan dua dari mereka.

“Semua orang harus tunduk pada hukum. Itulah demokrasi. Tapi, pemerintah ini telah menggunakan undang-undang anti-terorisme untuk menindas para pemimpin protes dan ini harus dihentikan,” kata anggota senior oposisi utama Samagi Jana Balawegaya (SJB) Eran Wickramaratne.

“Semua orang harus melawan pemerintah ini. Kita harus memperjuangkan hak-hak kita,” imbuhnya.

Sebelumnya, Sri Lanka telah mengalami krisis keuangan yang mendalam pada tahun ini disebabkan rendahnya cadangan devisa untuk membayar impor penting termasuk bahan bakar, makanan, gas untuk memasak dan obat-obatan.

Akibatnya, unjuk rasa dilakukan masyarakat setempat pada Juli lalu yang berujung pada lengsernya mantan Presiden Gotabaya Rajapaksa.