Senin, 29 November 2021 / 08:07 WIB
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211129065614-85-727197/tertekan-corona-omicron-harga-minyak-anjlok-10-persen-pekan-lalu
Jakarta, CNN Indonesia — Harga minyak anjlok US$10 per barel pada akhir perdagangan Jumat (26/11) sore atau Sabtu (27/11) pagi WIB. Mengutip Antara Senin (29/11), harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk pengiriman Januari tergelincir US$9,50 atau 11,6 persen ke level US$72,72 per barel.
Dengan pelemahan itu, minyak Brent sudah turun lebih dari 8 persen selama sepekan kemarin. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Januari anjlok US$10,24 atau 13,1 persen ke level US$68,15 per barel.
Dengan pelemahan itu, harga minyak WTI turun lebih dari 10,4 persen sepekan kemarin. Penurunan yang terjadi pada akhir pekan lalu itu menjadi pelemahan harga harian terbesar sejak April 2020. Pelemahan banyak dipicu kekhawatiran pasar atas merebaknya varian baru virus corona omicron beberapa waktu belakangan ini.
Itu mereka khawatirkan bakal meningkatkan surplus pasokan minyak sehingga menekan harganya. Selain itu, pelemahan juga dipicu kekhawatiran pasar bahwa varian baru corona itu akan menekan kinerja pertumbuhan ekonomi global.
“Pasar mempertimbangkan situasi skenario terburuk di mana varian ini menyebabkan kehancuran permintaan besar-besaran sehingga menekan harga minyak,” kata direktur energi berjangka di Mizuho Bob Yawger.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan varian baru corona yang diberi nama Omicron varian of concern. Sebagai buntut dari penetapan itu, Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Guatemala, dan negara-negara Eropa memutuskan untuk membatasi perjalanan dari Afrika Selatan, tempat varian itu terdeteksi.
Berita tentang varian tersebut menyebabkan keributan di pasar. Pasalnya, varian baru itu diperkirakan lebih resisten terhadap vaksin.
“Ketakutan terbesar adalah bahwa itu akan resisten terhadap vaksin dan menjadi kemunduran besar bagi negara-negara yang telah menuai manfaat dari program vaksinasi,” kata analis pasar senior di OANDA Craig Erlam.
Sementara itu, OPEC+ yang juga memantau perkembangan penyebaran varian baru tersebut mengungkapkan kekhawatiran itu dapat memperburuk prospek pasar minyak.