Kamis, 30 Desember 2021 / 07:09 WIB
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211230062631-532-740381/menperin-usul-gratis-pajak-mobil-rp240-juta-dan-curiga-lobi-tertentu/2
Jakarta, CNN Indonesia — Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sudah mengusulkan kebijakan baru di sektor otomotif kepada Menkeu Sri Mulyani.
Ia minta Sri Mulyani mengeluarkan mobil seharga Rp240 juta dari daftar barang mewah dan menghapus pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadapnya.
Permintaan ia ajukan meski kebijakan relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mobil baru 1.500-2.500 cc belum berakhir. Menurut Agus ‘mobil rakyat’ adalah mobil dengan kapasitas mesin maksimal 1.500 cc dan memenuhi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) hingga 80 persen.
“Mobil rakyat itu yang harganya Rp240 juta. Itu bukan merupakan barang mewah, jadi kami sudah mengajukan penghapusan PPnBM untuk mobil rakyat itu,” kata Agus, Rabu (29/12).
Agus mengatakan pembebasan PPnBM ditujukan sebagai salah satu kunci pertumbuhan ekonomi, mengingat industri otomotif merupakan kunci pertumbuhan.
Selain itu, ia juga telah mengajukan insentif yang berbasis emisi karbon supaya semakin kecil kendaraan menghasilkan emisi karbon, maka akan semakin kecil pula pengenaan pajaknya.
Sekretaris Umum Gerakan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menyebut tarif PPnBM saat ini beragam tergantung emisi gas buang, dari 10 persen hingga 120 persen.
Ia mendukung pernyataan Agus untuk menghapuskan PPnBM mobil rakyat karena menurut dia untuk mobil ‘murah’ sudah tidak masuk dalam kategori barang mewah, melainkan kebutuhan sehari-hari untuk beraktivitas hingga berniaga.
Tak hanya mobil, ia menyebut hal serupa juga terjadi pada televisi hingga sepeda yang di awalnya dianggap barang mewah lalu keluar dari kategori tersebut karena kepemilikannya jadi lumrah.
“Jadi kan bukan kemewahan, jadi selayaknya pengenaan bukan objek barang mewah,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (29/12).
Ia optimis penerapan gratis PPnBM mobil rakyat bakal mendorong penjualan di dalam dan luar negeri karena harganya yang kian kompetitif. Pada ujungnya, ia menilai kebijakan bisa berdampak luas hingga ke pembukaan lapangan kerja.
Kendati begitu, Kukuh sebenarnya lebih setuju jika pemerintah melanjutkan saja relaksasi PPnBM mobil baru 1.500-2.500 cc karena ampuh dalam mendongkrak penjualan mobil.
Dia menuturkan sebelum kebijakan diluncurkan, penjualan hanya di kisaran 40 ribu-50 ribu unit per bulan. Kemudian naik nyaris dua kali lipat menjadi di kisaran 85 ribu unit, khusus November lalu bahkan menembus 87 ribu unit.
Namun, kebijakan belum berhasil mengembalikan volume penjualan ke level normal di kisaran 90 ribu-100 ribu unit per bulan.
Kukuh berharap kebijakan yang diberikan sejak Maret 2021 ini bisa dilanjutkan hingga pandemi bisa dikelola dengan baik.
“Agar momentum yang sudah dicapai 2021 masih bisa dilanjutkan di 2022 karena pandemi masih ada dan pergerakan masih terbatas,” kata dia.
Pendiri sekaligus Ekonom Senior CORE Indonesia Hendri Saparini pesimis kebijakan bakal berdampak besar terhadap ekonomi secara luas karena ia memproyeksikan kenaikan penjualan hanya akan terjadi pada awal penerapan kebijakan saja.
Dia menilai kebijakan hanya akan efek dalam jangka pendek saja karena tak bisa menjadi pemantik kenaikan permintaan secara berkelanjutan.
Ia memaparkan bahwa seharusnya kebijakan pemerintah tak melulu bersifat ringkas, cepat, tapi dampaknya pendek. Melainkan mestinya pemerintah membuat kebijakan yang memberikan kesempatan bagi kelompok menengah ke bawah untuk berkembang sehingga permintaan tercipta secara sendirinya.
Hendri mengaku lebih setuju jika uang triliunan rupiah yang berpotensi menguap karena kebijakan PPnBM digunakan untuk meningkatkan kesempatan dan kesejahteraan masyarakat bawah, misalnya lewat perluasan bantuan sosial (bansos) atau memberi stimulus untuk mendorong terciptanya wirausahawan yang saat ini jumlahnya masih minim.
“Jadi ini model-model kebijakan sebenarnya pilihan pendek saja, kalau kita belum menghitung sebenarnya multiplier-nya berapa sih dibandingkan dengan menempatkan stimulus di tempat lain,” kata dia.
Ia menuturkan kebijakan relaksasi PPnBM di awal masih bisa diterima, tapi jika berlanjut di tahun depan dan seterusnya, ia menilai malah pemerintah bakal rugi besar.
Di tengah kampanye pemerintah menggurangi emisi karbon lewat perluasan penggunaan kendaraan massal, kebijakan gratis PPnBM malah mendorong penggunaan kendaraan pribadi. Sehingga, Hendri menilai kebijakan ini bakal membuat pemerintah boncos dua sisi.
“Ini ketidakjelasan tren, kita bangun transportasi publik tetapi transportasi pribadi dimudah-mudahkan semuanya, nah jadi kan ini ongkos di kanan dan ongkos di kiri. Gimana coba? Jadi yang mana? Jadi engga jelas,” papar dia.
Hendri juga tak setuju kalau kebijakan bakal berdampak besar bagi penyerapan tenaga kerja karena ia melihat sektor manufaktur otomotif sudah menggunakan robot atau otomatisasi yang tinggi.
Karena itu, dia mengaku bingung kebijakan yang dibuat pemerintah kerap bersifat ad hoc atau melibatkan kelompok tertentu, hal ini membuatnya curiga ada keterlibatan lobi politik dari pihak tertentu.
“Apakah itu ad hoc karena political economy atau lobi politik kah itu? Atau itu hanya (kebijakan) karena yang paling mudah? Ini menjadi pertanyaan besar,” tutupnya.
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai pemerintah perlu meninjau ulang pembebasan PPnBM secara permanen.
Ia kurang setuju kalau pembebasan bakal berlaku permanen. Menurut dia mestinya kebijakan diberlakukan sementara saja selama industri otomotif masih lesu, lalu kembali diberlakukan ketika ekonomi telah kembali ke posisi normal di kisaran pertumbuhan 5 persen.
Tauhid menyebut salah satu kerugian yang bakal didulang pemerintah jika diterapkan secara permanen adalah berkurangnya penerimaan pajak secara signifikan.
Walau tak punya proyeksi potensi kehilangan penerimaan pajak akibat kebijakan, namun ia menyebut nilainya bakal lumayan besar. Bila melihat realisasi relaksasi PPnBM April-pertengahan Desember 2021 saja nilainya mencapai Rp2,91 triliun.
Kerugian lainnya yang bisa didapat dari kebijakan ini, lanjut Tauhid, ialah terciptanya kecemburuan sosial dari produsen mobil di atas harga Rp240 juta. Tak hanya produsen mobil saja yang bakal merasa tak mendapat perlakuan sama, ia menyebut masyarakat luas juga bisa merasa dianaktirikan.
Pasalnya, pada tahun depan berbagai kebijakan pemerintah sebetulnya memberatkan kocek masyarakat kelas bawah. Tengok saja kenaikan PPN menjadi 11 persen yang naik tahun depan, lalu wacana kenaikan tarif listrik hingga penghapusan BBM jenis premium.
Di saat pemerintah berusaha menambal penerimaan negara lewat penarikan pajak lebih agresif, masyarakat menengah malah dimanjakan dengan fasilitas tambahan.
“Sementara roda empat diberi keringanan, nah kayak gitu harus mempertimbangkan masyarakat lain yang hanya punya roda dua sementara harus menanggung kenaikan BBM, listrik, PPN,” ujar dia.
Sedangkan keuntungannya ialah dapat mendongkrak pemulihan ekonomi lebih cepat karena konsumsi kelas menengah bisa digenjot. Dampak konsumsinya juga bisa luas, misalnya hingga ke sektor industri bahan baku dan penolong komponen kendaraan mobil empat.
Konsumsi BBM juga bakal naik seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan.
Tauhid mengatakan insentif di tahun depan turut ditopang oleh kelonggaran kebijakan kredit perbankan sehingga pembelian mobil bisa lebih leluasa.
“Implikasinya ke industri alat angkut akan terjadi, peningkatan produksi, kemudian dampak ekonomi ke industri komponen, pendukung, seiring dengan pertumbuhan penjualan kendaraan,” jelas Tauhid.
Sedangkan, ia menyebut dampaknya ke target penurunan emisi karbon harus dilihat dari skema kebijakan untuk mengetahui berapa besar kontribusinya dalam mencapai target.