“All through your life
I’ll be by your side
Till death do us part”
Diatas adalah penggalan lirik lagu dari band White Lion dengan judul “Till Death Do Us Part”. Lagu tersebut mengisahkan tentang cinta sejati sepasang kekasih yang mengikat janji untuk selamanya sehidup semati. Dengan kata lain, sampai maut memisahkan dua raga satu hati ini.
Cinta mampu menyatukan dua insan manusia ke dalam hubungan suci ke dalam pernikahan. Karena cinta, hubungan antara suami dan istri bisa saling tertaut untuk mengarungi hidup bersama. Tetapi, rupanya bukan hanya cinta yang bisa menyatukan itu semua.
Negara juga hadir sebagai lembaga yang mengatur seluruh kehidupan warga negaranya, termasuk ke pasangan suami dan istri. Sebagai lembaga yang bertugas untuk melayani hajat hidup warganya, negara juga mengenakan “sumbangan wajib” yang sifatnya mengikat dan bisa saling mempersatukan. “Sumbangan wajib” ini yang nantinya bakal digunakan untuk memberikan timbal balik kepada warga negaranya dalam bentuk sarana prasarana dan fasilitas publik.
Pajak adalah bentuk “cinta” dari negara dan warga negaranya. Dengan cinta, suami istri bisa bersama, dan dengan pajak negara dan warganya bisa sejahtera. Negara hadir dalam memberikan pelayanan perpajakan sampai kepada hubungan antara suami dan istri.
Seperti yang diketahui, bahwa warga negara yang sudah bekerja dan memiliki penghasilan maka akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). Peraturan ini berlaku untuk seluruh lapisan termasuk kepada laki-laki dan perempuan. Bila keduanya memiliki penghasilan, maka keduanya juga dikenakan peraturan serupa.
Termasuk bila nantinya ketika laki-laki dan perempuan yang dikenai Pajak Penghasilan memutuskan untuk menikah dan hidup bersama, negara juga mengatur bagaimana hubungan perpajakan dalam hubungan pernikahan.
Seperti yang tertuang dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang menyebut bahwa secara umum, satu keluarga dianggap merupakan satu kesatuan yang utuh, dengan posisi Suami menjadi kepala keluarga sehingga seluruh penghasilan dan kerugian anggota keluarga disatukan dan dilaporkan dalam pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Suami.
Suami yang berposisi sebagai kepala keluarga juga menjadi perwakilan dalam sebuah keluarga dalam pengurusan administrasi perpajakan. Perannya pun berlaku sebagai penyatuan pelaporan pajak agar memudahkan efisiensi petugas perpajakan dalam mengurus administrasi keduanya.
Namun, itu semua bukanlah masalah. Atas dasar rasa sebesar-besarnya cinta kepada keluarga, tak peduli sebesar apa beban di pundaknya. Hal ini sudah berlangsung bahkan sejak manusia belum mengenal tulisan atau ketika tepatnya manusia masih menggunakan sistem berburu dalam memperoleh makanan.
Masa-masa dimana para kaum lelaki keluar dari gua tempatnya bernaung, bersama kawanannya mereka berburu hewan-hewan liar di alam. Siklus kehidupan ini terbawa hingga di masa spesies Homo Sapiens mendominasi permukaan bumi dan menjadi cikal bakal manusia modern saat ini.
Kembali ke persoalan pajak, negara juga memikirkan efisiensi lainnya dalam kepemilikan NPWP. Tidak hanya dalam kemudahan pelaporan perpajakan dalam hubungan suami istri, tetapi juga pada pasangan yang sudah dikaruniai anak. Disebutkan dalam Pasal 8 ayat (3) mengenai Pajak Penghasilan tersebut berbunyi bahwa anak yang belum berusia 18 tahun maka belum diwajibkan dalam pembuatan NPWP.
Lalu, bagaimana jika anak yang belum berusia 18 tahun tetapi sudah memiliki penghasilan? Atas pajak penghasilan yang diperoleh tersebut perhitungannya dapat digabungkan dengan penghasilan orang tuanya. Sehingga sang anak bisa meneruskan entah usahanya yang bisa menghasilkan sampai nanti cukup waktunya untuk memiliki NPWP secara mandiri.
Namun, ada beberapa ketentuan-ketentuan yang menyebabkan NPWP ini tak lagi bisa bersatu bak hubungan suami istri. Sebagaimana matahari yang bersinar cerah-cerahnya di waktu siang, toh akan redup juga ketika menjelang petang. Selalu ada kemungkinan yang tak selalu sesuai yang diharapkan.
Dalam situasi tertentu, pihak istri pun bisa mengurus NPWP sendiri tidak bergabung dengan suaminya. Seperti pada situasi ketika bahtera rumah tangga mereka kandas di tengah petualangan, maka keduanya sepakat untuk bercerai. Ketika status mereka sudah mendapat ketok palu dari hakim, maka wanita bisa dikenakan pajak secara terpisah dan disebut sebagai Hidup Berpisah (HB).
Lain cerita ketika pasangan suami istri ini sebelumnya saling bersepakat untuk masing-masing memisahkan harta mereka. Kondisi ini dinamakan Pisah Harta (PH) yang disebabkan dari keduanya yang sama-sama berpenghasilan dan memutuskan berpisah harta.
Kondisi selanjutnya ada Memilih Terpisah (MT) yang hampir serupa dengan situasi Pisah Harta. Namun, disini pihak wanita memilih untuk menjalankan kewajiban dan hak pajaknya secara terpisah dari suaminya. Sehingga perhitungannya nanti pihak wanita bakal dikenakan pajak sesuai dengan penghasilannya.
Negara tidak hanya menyediakan konsep “persatuan” dalam perpajakan namun juga turut memfasilitasi “perpisahan” dalam pajak. Wanita yang memiliki status perceraian dari hakim tidak memungkinkan untuk bisa menyatukan kembali kewajiban dan hak pajaknya dengan (mantan) suami. Sehingga bisa kembali menjalankan kewajiban dan haknya sendiri.
Negara juga memahami eksistensi wanita yang mandiri dan mampu menghidupi diri sendiri dengan status wajib pajak yang Memilih Terpisah. Kondisi ini memungkinkan sebab ada urgensi-urgensi yang menjadi penilaian kedua belah pihak dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya. Bukankah itu pertanda bahwa keduanya memiliki rasa cinta yang kuat tidak hanya untuk pasangannya tetapi juga untuk negaranya?
White Lion tidak salah dalam memberikan judul lagunya yang jadi hits itu dengan judul “Till Death Do Us Part”. Cinta yang saling terjalin diantara kedua belah pihak tidak hanya bisa mengiringi perjalanan kedua insan dalam menjalani hidupnya, tetapi juga memberi kebahagiaan dalam setiap inci perjalanan itu.
Begitu pun dengan pajak yang tidak hanya membuat dua orang menjadi satu dalam Pajak Penghasilan, tetapi juga bisa mengiringi dua manusia yang berpisah jalan. Sampai Pajak memisahkan kita, memang kita tidak akan cinta kepadanya lagi namun kita masih bisa mengabdi dan berbakti untuk negeri.