Senin, 04 Januari 2021 / 19:15 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210104190444-92-589381/stafsus-erick-bela-pgn-soal-sengketa-pajak-rp3-t-dengan-djp

Jakarta, CNN Indonesia — Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengisyaratkan pembelaannya kepada PT PGN (Persero) Tbk dalam kasus sengketa pajak senilai Rp3,06 triliun dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Ia mengingatkan bahwa otoritas pajak sempat menetapkan status PGN bukan objek pajak.

Arya menjelaskan kasus sengketa pajak antara PGN dan DJP bermula pada 2018. Kala itu, DJP menduga PGN perlu membayar pajak atas bisnisnya, namun tidak dilaksanakan oleh perusahaan pelat merah itu.Dugaan itu berujung di pengadilan pajak.

“Ketika di pengadilan pajak, kita menang, tapi ada ketentuan bahwa teman-teman dari Kementerian Keuangan harus masuk ke PK (peninjauan kembali). Itu ketentuannya,” tutur Arya kepada awak media secara virtual, Senin (4/1).

Ketika DJP melakukan PK, Mahkamah Agung (MA) memutuskan memenangkan DJP atas kasus sengketa pajak itu. PGN pun diputuskan perlu membayar sekitar Rp3,06 triliun kepada negara.

“Tapi sebelumnya, sudah ada peraturan keluar dari Direktur Jenderal Pajak bahwa wajib pajak tersebut (PGN) bukan lah objek pajak. Ini sudah mereka akui dari 2014 – 2017,” imbuh dia.

Atas hal ini, Arya meyakini seharusnya PGN tidak perlu membayar pajak karena bukan objek pajak. Ia menjelaskan PGN dapat ditetapkan bukan objek pajak karena tidak melakukan pungutan pajak atas gas yang dijual ke konsumen.

“Kalau misalnya, PGN mengutip pajak dari konsumen, tidak membayar kepada negara untuk pajaknya, nah mungkin PGN yang salah. Tapi ini memang karena bukan objek pajak, sehingga PGN tidak mengutip pajak,” jelasnya.

Lebih lanjut, Arya meyakini kasus sengketa pajak ini tidak akan membuat bisnis PGN terganggu. Begitu juga dengan potensi kerugian, tidak akan terjadi.

“Kita optimis ini bisa dilakukan (diselesaikan) dan tidak membuat PGN rugi lah karena ada langkah-langkah yang kita lakukan dan kita yakin di Kementerian Keuangan akan support (dukung) kita juga,” katanya.

Kendati begitu, Arya mengatakan Kementerian BUMN masih akan melakukan komunikasi dengan Kementerian Keuangan atas sengketa pajak ini.

Di sisi lain, Arya meminta PGN untuk melihat kembali kasus-kasus serupa agar dapat segera diselesaikan dan tidak mengganggu bisnis BUMN ke depan.

“Kita juga nantinya akan melihat putusan, ada beberapa kasus yang mirip, nanti dengan dari kasus-kasus tersebut, kami akan minta untuk PGN melakukan langkah-langkah hukum, misalnya melakukan PK 2 dan itu memungkinkan karena sudah diakui ini bukan objek pajak,” paparnya.

Sebelumnya, MA menetapkan PGN perlu membayar Rp3,06 triliun atas kasus sengketa pajak dengan DJP. Sengketa ini muncul atas transaksi pajak 2012-2013.

Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama mengatakan sengketa terjadi karena ada perbedaan pemahaman atas mekanisme penagihan perseroan dalam penetapan harga gas dalam dolar AS per MMBTU dan rupiah per meter kubik.

“Sengketa tahun 2012 berkaitan dengan perbedaan penafsiran dalam memahami ketentuan perpajakan yaitu PMK-252/PMK.011/2012 (PMK) terhadap pelaksanaan kewajiban pemungutan PPN atas penyerahan gas bumi,” jelas Rachmat dalam keterbukaan di Bursa Efek Indonesia (BEI).