Kamis, 01 Oktober 2020 / 20:24 WIB

https://www.liputan6.com/bisnis/read/4371584/pembahasan-omnibus-law-perpajakan-masuk-dalam-cipta-kerja

Liputan6.com, Jakarta Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) perpajakan atau Omnibus Law Perpajakan dipastikan sudah masuk ke dalam pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja. Bahkan seluruh poin penting yang ada dalam Omnibus Law Perpajakan juga masuk dalam satu bagian.

“Semuanya masuk ke Omnibus Law Cipta Kerja klaster perpajakan. Kita hemat energi dan waktu, karena suasana lagi susah, ketemu dengan DPR juga vicon (virtual),” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu, saat video conference di Jakarta, Kamis (1/10/2020).

Penggabungan dua aturan sapu jagad itu menurutnya tidak menjadi masalah. Sebab, kedua aturan ini bertujuan sama-sama memudahkan investasi masuk ke Indonesia.

“Omnibus Law perpajakan jadi masuk ke cluster Cipta Kerja. Omnibus Law Cipta Kerja cluster perpajakan itu memang sudah disiapkan sebelumnya dan akhirnya bisa masuk ke Omnibus Law Cipta Kerja. Jadi tidak harus terisah,” jelas dia.

Adapun kebijakan dalam klaster perpajakan juga sudah dijalankan oleh pemerintah, yaitu penyesuaian tarif pajak penghasilan (PPh) badan yang dari 25 persen menjadi 22 persen.

Keputusan itu sudah tertuang dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang saat ini sudah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

“Ini sangat efisien gimana semuanya, reform direncanakan masuk ke satu Omnibus Law, tidak terpisah,” ungkap dia.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Tengah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Sektor Keuangan. Reformasi undang-undang keuangan ini mulai dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 2021.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, sejauh ini Kemenkeu sudah dalam tahap mempersiapkan naskah akademik RUU Omnibus Law tersebut. Kebijakan ini akan menjadi penyempurnaan bagi Undang-Undang (UU) tentang perbankan dan UU tentang pasar modal.

 

“Pertama ini tidak ada hubungannya diskusi di banyak media yaitu independensi Bank Indonesia. Tidak ada hubungannya, bukan tentang itu. Secara schedule, tahun 2021 harusnya memang sudah ktia bahas dengan DPR,” kata dia dalam video conference di Jakarta, Kamis (1/10/2020)

Dia mengatakan pertimbangan dari RUU omnibus law tersebut karena sektor keuangan Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Di mana sektor perbankan tanah air asetnya berada di 60 persen dari produk domestik bruto (PDB.

“Angka tersebut masih terbilang kecil dibandingkan dengan Malaysia yang sudah di angka 100 dari PDB,” sebut dia.

Sementara untuk sektor non bank juga masih mengalami ketinggalan. Di mana total aset dana pensiun di Tanah Air berada di kisaran Rp800 triliun. Jumlah itu masih terbilang kecil atau sekitar 5 persen dari PDB. “Perbandingan, Malaysia dana pensiun asetnya sudah mencapai 60 persen dari PDB. Sangat jauh tertinggal,” jelas dia.

Di samping itu, sektor asuransi juga masih cukup rendah. Di mana penetrasi sektor tersebut sekitar 2,2 persen dari PDB. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan Malaysia yang sudah di atas 4,5 persen.

“Kenapa penting? Ini terkait dengan satu, dengan instrumen cukup atau tidak untuk orang Indonesia menabung. Kalau gak, tabungannya ke luar. Ini penting juga untum kesehatan dan stabiltias sektor keuangan,” jelas dia.

Febrio menambahkan RUU omnibus law ini juga penting sebagai landasan hukum. Sehingga akan mendukung orang merasa aman untuk menabung di Indonesia. “Kepastian hukum produk keuangan baru. fintech mislanya, belum cukup peraturan undang-undangnya. Ini diatur lengkap di omnibus law sektor keuangan. UU pasar modal udah berapa lama. Banyak yang belum terakomodir. Itu semua kita juga coba perbaiki dengan omnibus law sektor keuangan,” tandas dia.