Selasa, 19 Oktober 2021 / 06:31 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211019060046-85-709444/minyak-bergerak-dua-arah-akibat-tarik-menarik-sentimen

Jakarta, CNN Indonesia — Harga minyak global bergerak dua arah setelah menyentuh level tertinggi selama beberapa tahun belakangan ini pada akhir perdagangan Senin sore (18/10) waktu AS atau Selasa pagi WIB.

Mengutip Antara, Selasa (19/10), harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman November naik 16 sen atau 0,19 persen ke level US$82,44 per barel, setelah mencapai US$83,87 per barel yang merupakan level tertinggi sejak Oktober 2014.

Sementara itu untuk minyak mentah berjangka Brent kontrak pengiriman Desember merosot 53 sen atau 0,6 persen ke level US$84,33 per barel setelah mencapai US$86,04 per barel yang merupakan level tertingginya sejak Oktober 2018.

Harga kedua jenis minyak tersebut setidaknya sudah naik 3 persen pada minggu lalu. Harga minyak pada awal pekan kemarin bergerak dua arah setelah setelah data produksi industri AS turun ke level terdalam dalam tujuh bulan pada September kemarin karena kekurangan semikonduktor.

Itu menekan produksi kendaraan bermotor. Akibatnya, optimisme pasar atas kenaikan permintaan minyak berkurang sehingga menahan penguatan yang terjadi belakangan ini.

“Pasar minyak memang sedang baik belakangan ini, tetapi data yang lemah pada produksi industri AS menyebabkan pasar kehilangan optimisme mereka terhadap permintaan, dan China merilis data yang meningkatkan kekhawatiran itu,” kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group di New York.

Selain sentimen itu, penguatan harga minyak juga tertahan oleh proyeksi bahwa produksi AS dari cekungan Permian Texas dan New Mexico akan naik 62 ribu barel per hari (bph) menjadi 4,8 juta barel per hari pada November mendatang.

Beruntung, minyak masih mendapatkan sentimen positif dari pelonggaran pembatasan kegiatan masyarakat di sejumlah negara yang sempat tertekan pandemi covid. Itu sedikit banyak meningkatkan harapan pasar atas perbaikan permintaan minyak.

“Melonggarkan pembatasan di seluruh dunia kemungkinan akan membantu pemulihan konsumsi bahan bakar,” kata analis di ANZ Bank dalam sebuah catatan.

Selain itu, minyak juga masih mendapatkan penopang dari krisis energi yang melanda sejumlah negara. Krisis telah memicu peralihan konsumsi gas ke minyak sehingga membuat harganya masih kuat.