Jumat, 26 Maret 2021 / 05:46 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210325175129-78-622182/bi-gemas-penurunan-suku-bunga-kredit-bank-lamban

Jakarta, CNN Indonesia — Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Yanti Setiawan mengaku gemas dengan bunga kredit perbankan yang tak kunjung turun.

Padahal, bank sentral telah menurunkan suku bunga acuan ke level 3,5 persen atau posisi terendah sepanjang sejarah. “Kami juga sama-sama gemas,” kata Yanti dalam diskusi bersama wartawan, Kamis (24/3).

Ia menuturkan hingga saat ini suku bunga dasar kredit perbankan (SBDK) masih bertengger di angka 10,11 persen. Dari kondisi tersebut terlihat bahwa penurunan suku bunga BI sebesar 225 basis poin (bps) sejak Juni 2019 hanya hanya diikuti dengan penurunan SDBK sebanyak 119 bps.

Ini berbanding terbalik dengan suku bunga deposito yang kecepatan penurunan hampir sama dengan policy rate BI yakni 245 BPS pada periode yang sama.

“Kami melihat ada rigiditas suku bunga dasar kredit yang kami anggap belum sepadan dengan penurunan suku bunga BI,” terangnya

Sementara itu, berdasarkan SBDK, Yanti justru melihat bahwa margin keuntungan pada perbankan meningkat. Hal ini mengindikasikan adanya upaya bank menahan potensi penurunan kinerja profitabilitas sebagai dampak dari menurunnya fungsi intermediasi akibat pelemahan ekonomi.

“Kalau berdasarkan assessment dari kami itu ada banyak faktor di antaranya adalah faktor tingkat risiko industri perbankan itu ekspektasinya masih cukup tinggi sehingga perbankan masih menahan margin untuk meng-cover risiko yang mungkin terjadi dari pemberian kredit,” jelasnya.

Hingga saat ini, BI juga masih mengkaji aturan agar suku bunga kredit perbankan bisa mengikuti pergerakan suku bunga acuan BI. Menurutnya, selama ini suku bunga kredit dipengaruhi oleh urusan internal perbankan dan eksternal.

Faktor internal yang dimaksud pembentukan suku bunga kredit berdasarkan kondisi, karakteristik, bisnis model, dan sebagainya, termasuk size atau skala ekonomi bank. Sementara faktor eksternal adalah kondisi makroekonomi.

“Keduanya t(faktor eksternal dan internal) tidak mudah untuk kami lakukan aturan untuk meminta bank menurunkan (suku bunga kredit),” tandasnya.