Rabu, 25 Agustus 2021 / 08:00 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210825074809-78-684929/waspada-dampak-tapering-off-the-fed-ke-ekonomi-ri

Jakarta, CNN Indonesia — Isu tapering off yang akan dilakukan bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserves (The Fed) akhir 2021 nanti terus menjadi buah bibir banyak pihak. Pasalnya, hal tersebut akan mempengaruhi perekonomian dunia.

Tapering off artinya mengurangi stimulus moneter yang dikeluarkan bank sentral saat perekonomian sedang terancam dan membutuhkan banyak suntikan likuiditas.

Likuiditas bisa diberikan dengan memangkas suku bunga acuan bank ke level yang sangat rendah hingga nol persen. Hal ini dibutuhkan untuk mendorong pelaku usaha mengajukan kredit, sehingga uang tetap beredar di masyarakat.

Selain itu, likuiditas juga bisa diberikan dalam bentuk pembelian surat utang negara. Pembelian dilakukan demi memastikan pemerintah memiliki likuiditas yang cukup untuk menangani ketidakpastian ekonomi.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan penarikan stimulus yang dilakukan The Fed menyebabkan kepanikan atau yang dikenal dengan taper tantrum. Hal ini terjadi pada 2013 lalu.

Saat itu, Morgan Stanley mengelompokkan lima negara dalam kelompok The Fragile Five atau lima ekonomi rentan karena ketergantungan terhadap dana asing tinggi. Salah satunya adalah Indonesia.

Selain Indonesia, ada pula India, Brasil, Afrika Selatan, dan Turki. Artinya, jika tapering off kembali dilakukan The Fed pada akhir tahun ini, maka bukan tidak mungkin dampak signifikan akan dirasakan kembali oleh Indonesia.

Salah satu dampak yang paling terasa dari tapering off adalah pelemahan nilai tukar rupiah. Pasalnya, investor global memburu dolar AS selama The Fed melakukan tapering off.

Pada 2013 lalu, rupiah bahkan sempat anjlok dari Rp10 ribu per dolar AS menjadi Rp14.600 per dolar AS.

Tak hanya itu, tapering off juga akan berdampak ke sektor riil dan masyarakat langsung. Salah satu yang paling nyata adalah kenaikan harga barang atau inflasi.

Inflasi biasanya dipicu oleh pelemahan rupiah. Saat dolar AS menguat, maka harga bahan baku dan penolong yang berasal dari impor berpotensi naik sehingga harga jual dari produsen juga meningkat.

Bhima menyebut salah satu sektor yang akan berdampak adalah properti. Sebab, beberapa bahan pembangunan rumah kerap adalah barang impor, sehingga harga rumah berpotensi melonjak.

Selain itu, pelaku usaha juga akan merasakan dampaknya dari segi permodalan. Mereka akan membutuhkan modal usaha semakin banyak karena harga barang naik.

Bukan cuma itu, bunga pinjaman dari bank juga akan meningkat. Hal tersebut karena The Fed mengerek suku bunga acuan ketika melakukan tapering off.

Untuk itu, Bhima menyarankan BI mengantisipasi dampak tapering off dari jauh-jauh hari. Menurutnya, BI harus mendorong ekspor, menaikkan cadangan devisa, dan menggenjot investasi langsung untuk mempersempit dampak tapering off kali ini.