29/10/2024
Source: https://www.pajak.com/pajak/waduh-keberatan-pajak-ditolak-kena-denda-30-persen/
Pajak.com, Jakarta – Wajib Pajak berhak untuk mengajukan keberatan atas hasil pemeriksaan pajak. Namun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjelaskan bahwa keberatan pajak yang ditolak atau dikabulkan sebagian akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 30 persen.
Penjelasan tersebut untuk merespons pertanyaan dari salah satu warganet X. “Min, sanksi keberatan apakah bisa ditangguhkan ya kalo aku ngajuin banding? Dan sanksi 30 persen itu kalo aku sebelumnya bayar semuanya pajak yang disetujui apakah tetap kena sanksi ya?,” demikian dikutip Pajak.com, (28/10).
Secara spesifik, DJP menyebutkan bahwa pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebesar 30 persen dari jumlah pajak berdasarkan keputusan diatur sesuai Pasal 25 ayat 9 dan 10 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) s.t.d.d. UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
“Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 30 persen dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan, dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif berupa denda sebesar 30 persen tidak dikenakan,” jelas DJP.
Sekilas mengulas, keberatan adalah mekanisme yang disediakan UU bagi Wajib Pajak yang tidak puas dan/atau tidak sependapat terhadap hasil pemeriksaan pajak. Keberatan yang disampaikan Wajib Pajak diajukan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), dan pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan.
Pada kesempatan yang berbeda, Tax Litigation & Dispute Director TaxPrime Mandra Komara menyarankan agar Wajib Pajak memiliki strategi dalam pengajuan keberatan yang efektif sekaligus menghindari sanksi administrasi. Strategi itu, diantaranya pertama, Wajib Pajak harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2013 s.t.d.d. PMK 202/2015. Kedua, komunikasi yang intensif dengan pemeriksa pajak.
“Wajib Pajak perlu menyampaikan terkait data-data yang mendukung proses penelaahan keberatan. Komunikasi juga menunjukkan sikap yang responsif saat memenuhi panggilan penelaah, Wajib Pajak juga diharapkan membangun diskusi, membuat slide untuk menjelaskan poin-poin apa saja yang menjadi keberatan. Ingat, bukan hanya surat penjelasan tambahan, tapi berupa slide pemaparan agar penelaah lebih mudah memahami kasusnya. Itu juga cara mengomunikasikan penjelasan dan data,” ujar Mandra.