18 Mei 2022  |  23:30 WIB

https://ekonomi.bisnis.com/read/20220518/259/1534548/tarif-naik-jadi-11-persen-mampukah-penerimaan-ppn-lampaui-tahun-lalu

Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal atau Ditjen Pajak Kementerian Keuangan meyakini bahwa kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN akan meningkatkan penerimaan pajak hingga Rp44 triliun. Hal tersebut dapat menjadi amunisi agar penerimaan PPN dalam negeri tumbuh dari tahun lalu, yang mampu melebihi target.

Direktur Perpajakan I Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menjelaskan bahwa pihaknya memperkirakan terdapat kenaikan perolehan PPN tarif umum senilai Rp40,7 triliun dan PPN tarif khusus Rp3,7 triliun pada tahun ini. Penambahan penerimaan akan terjadi setelah kenaikan PPN menjadi 11 persen berlaku, yakni mulai 1 April 2022.

“Tarif PPN diproyeksi berpotensi menaikkan penerimaan pajak dalam sembilan bulan ke depan [terhitung sejak berlaku] sebesar Rp44 triliun,” ujar Yoga, dikutip dari Media Keuangan Kemenkeu pada Rabu (18/5/2022).

Berdasarkan data APBN Kita dari Kementerian Keuangan, penerimaan PPN dalam negeri (DN) sepanjang 2021 mencapai Rp342,72 triliun. Artinya, rata-rata perolehan PPN setiap bulannya berkisar Rp28,56 triliun.

Sementara itu, perolehan PPN DN hingga Maret 2022 tercatat senilai Rp67,99 triliun. Setiap bulannya pada tahun ini pemerintah mengumpulkan PPN DN rata-rata senilai Rp22,66 triliun, masih lebih rendah dari rata-rata tahun lalu.

Adanya potensi penambahan PPN hingga Rp44 triliun dalam sembilan bulan tahun ini dapat menjadi angin segar bagi penerimaan pajak atas konsumsi tersebut. Rata-rata penambahan itu terhitung senilai Rp4,8 triliun per bulan, sehingga pada April hingga Desember 2022 penerimaan PPN per bulan dapat mencapai Rp27,46 triliun.

Dengan asumsi nilai rata-rata itu, penerimaan PPN pada April hingga Desember 2022 dapat mencapai Rp247,14 triliun. Lalu, jika ditambahkan dengan realisasi hingga Maret 2022 maka perolehan PPN DN sepanjang tahun dapat mencapai Rp315,13 triliun.

Kalkulasi itu belum memperhitungkan berbagai faktor lainnya, seperti kenaikan konsumsi saat bulan Ramadan dan hari raya Idul Fitri yang jatuh pada April dan Mei 2022. Lalu, inflasi pun dapat memengaruhi perekonomian yang dapat memengaruhi tingkat konsumsi masyarakat. Pemerintah sendiri meyakini bahwa kenaikan tarif PPN tidak akan berdampak signifikan terhadap inflasi, yakni 0,4 persen (year-on-year/YoY).

Pemerintah  memperkirakan inflasi 2022 di kisaran 3 ± 1 persen atau berkisar 2—4 persen, sehingga jika tidak terdapat faktor lainnya kenaikan tarif PPN dapat mendorong inflasi ke kisaran 3,4 persen atau 0,4 persen dari nilai tengah proyeksi tersebut.

Yoga mencermati bahwa saat ini terdapat tren kenaikan inflasi secara global, dengan konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina sebagai salah satu pemicu utamanya. Namun, dia meyakini bahwa inflasi Indonesia akan tetap terjaga meskipun terdapat kenaikan PPN.

“Bahwa mungkin nanti tingkat inflasi bisa di atas itu, nah, ini yang kami lihat bahwa memang karena harga komoditas global segala macam juga meningkat. Mudah-mudahan inflasinya tetap terkendali. Namun, dari sisi kenaikan tarif PPN sendiri ini tidak memberikan dampak yang signifikan,” ujarnya.