Rabu, 03 Maret 2021 / 06:41 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210302204406-532-612911/sri-mulyani-pungut-pajak-wna-tinggal-di-ri-melebihi-183-hari

Jakarta, CNN Indonesia — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi mengenakan pungutan pajak penghasilan (PPh) kepada warga negara asing (WNA) yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau satu tahun pajak dan mempunyai niat untuk tinggal di tanah air.

Sebab, mereka menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN).

Pungutan ini tertuang di Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Beleid diteken Sri Mulyani pada 17 Februari 2021.

“Jangka waktu 183 hari ditentukan dengan menghitung lamanya subjek pajak orang pribadi berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 bulan, baik secara terus menerus atau terputus-putus dengan bagian dari hari dihitung penuh sebagai satu hari,” tulis Pasal 2 ayat 3 PMK 18/2021 seperti dikutip pada Selasa (2/3).

Sementara niat untuk tinggal di tanah air dilihat dari bukti dokumen WNA berupa Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), Visa Tinggal Terbatas (VITAS), dan Izin Tinggal Terbatas (ITAS) dengan masa berlaku masing-masing lebih dari 183 hari.

Lalu, dapat pula terlihat dari kontrak atau perjanjian untuk melakukan pekerjaan, usaha, atau kegiatan yang dilakukan di Indonesia, dan dokumen lain yang dapat menunjukkan niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, seperti kontrak sewa tempat tinggal dengan durasi lebih dari 183 hari hingga dokumen yang menunjukkan pemindahan anggota keluarga.

Kendati begitu, WNA yang telah menjadi SPDN bisa tidak dipungut PPh dari luar negeri asal memiliki keahlian tertentu, seperti menduduki pos jabatan tertentu dan merupakan peneliti asing.

PPh tidak dipungut selama empat tahun pajak terhitung sejak WNA pertama kali berstatus SPDN.

Tapi, WNA tersebut harus membuktikan keahliannya dengan menunjukkan sejumlah dokumen, seperti sertifikat keahlian yang diterbitkan lembaga yang ditunjuk pemerintah Indonesia atau negara asal.

Lalu, perlu juga menunjukkan ijazah pendidikannya, pengalaman kerja selama lima tahun di bidang ilmu atau keahliannya. Sementara jabatan tertentu yang diduduki misalnya ahli bidang kimia, teknik inudstri, produksi, telekomunikasi, dosen, hingga pengembang perangkat lunak.

Di sisi lain, Sri Mulyani turut mengeluarkan ketentuan soal subjek pajak luar negeri (SPLN). Mereka yang berstatus SPLN adalah WNA yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari.

Begitu juga dengan warga negara Indonesia (WNI) yang berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Bila resmi berstatus SPLN, maka WNI tidak akan dikenakan pungutan PPh di dalam negeri.

Tapi bila masih memperoleh penghasilan di dalam negeri, maka tetap dikenakan kewajiban pajak sesuai ketentuan bagi SPLN. Hal ini dapat dibuktikan dengan surat keterangan domisili atau dokumen lain yang menunjukkan status subjek pajak dari otoritas pajak negara atau yurisdiksi lain.

Persyaratan lain, WNI tersebut harus menyelesaikan kewajiban perpajakan atas seluruh penghasilan yang diterima selama WNI menjadi SLDN dan telah memperoleh surat keterangan WNI memenuhi persyaratan SPLN yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Di sisi lain, PMK turut memuat aturan soal pembebasan pungutan PPh bagi wajib pajak (WP) yang menerima dividen dari dalam negeri maupun luar negeri. Selanjutnya, dividen itu akan dikecualikan dari objek PPh.

Syaratnya, dividen harus diinvestasikan setidaknya 30 persen dari total dividen di Indonesia dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, dividen harus diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lain di Indonesia dalam jangka waktu tertentu.

Dividen yang diinvestasikan di dalam negeri bisa ditempatkan di Surat Berharga Negara (SBN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), obligasi atau sukuk BUMN, obligasi atau sukuk lembaga pembiayaan yang dimiliki pemerintah, investasi keuangan di bank persepsi termasuk bank syariah, obligasi atau sukuk perusahaan swasta, dan proyek infrastruktur hasil kerja sama pemerintah dan badan usaha.

Instrumen investasi lainnya adalah sektor riil prioritas pemerintah, penyertaan modal bagi perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia, kerja sama dengan lembaga pengelola investasi, instrumen untuk mendukung usaha lain dalam bentuk pinjaman mikro, dan instrumen lain yang sesuai ketentuan perundang-undangan.

“Investasi dilakukan paling singkat selama tiga tahun pajak terhitung sejak tahun dividen atau penghasilan lain diterima atau diperoleh,” Pasal 36 ayat 2.