Selasa, 25 Mei 2021 / 07:54 WIB
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210525072115-532-646511/sri-mulyani-pastikan-kenaikan-ppn-dan-pph-tak-berlaku-2021
Jakarta, CNN Indonesia — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan wacana kenaikan berbagai tarif pajak seperti pajak pertambahan nilai (PPN) hingga pajak penghasilan (PPh) bagi orang kaya, tidak akan dilaksanakan tahun ini.
“Mengenai wacana PPN dan lainnya, kita tuh kalau pun mau bicarakan tentang UU KUP dan lainnya, kan tidak berarti hari ini akan bisa berjalan. Jadi nanti akan kita bahas di RUU KUP, jadi pasti tidak hari ini (naik), tidak tahun ini tiba-tiba naik,” ujar Ani, sapaan akrabnya saat rapat bersama Komisi XI DPR di Gedung DPR/MPR, Senin (24/5).
Ani menjelaskan wacana kenaikan berbagai jenis pajak itu tidak akan dilakukan pada tahun ini karena pemerintah tentu tidak akan ujug-ujug mengambil kebijakan yang tidak tepat diterapkan di tengah kondisi ekonomi yang masih tertekan dampak pandemi covid-19.
“Kami sendiri sangat aware mengenai fokus kita hari ini pemulihan ekonomi. Namun kalau kita bicara tentang uu, tentang medium term kita mau ke mana, fokus kami hari ini ingin memulihkan ekonomi dan kami tetap commit terhadap itu, meski medium term kami ingin tax kita sehat, sustainable, dan adil, kemudian APBN kita sehat juga,” jelasnya.
Sebelumnya, wacana kenaikan tarif PPN hingga PPh muncul karena pemerintah ingin mengubah aturan tersebut dan menuangkannya di RUU tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Saat ini, RUU tersebut sudah diserahkan ke DPR. Badan legislatif juga sudah memasukkan RUU tersebut ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021. Hal ini sempat membuat publik khawatir bahwa kenaikan berbagai jenis pajak akan segera dilakukan oleh pemerintah.
Dalam rencana kenaikan PPN, Kepala Subdit (Kasubdit) Humas Direktorat P2P DJP Ani Natalia pernah memberi sinyal bahwa tarif PPN berpotensi bisa naik dari 10 persen pada saat ini menjadi 15 persen.
Potensi ini sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang memberi ruang tarif PPN hingga 15 persen.
“Dalam UU Nomor 46/2009 tentang PPN, sebenarnya pemerintah sudah diberi wewenang untuk menaikkan tarif PPN sampai dengan 15 persen, namun belum pernah dilakukan,” ujar Ani kepada CNNIndonesia.com.
Selain skema single tarif, Ani mengatakan otoritas pajak juga sempat mengkaji PPN multi tarif. Dengan skema ini, maka pengenaan PPN bisa memiliki perbedaan tarif untuk barang atau jasa tertentu.
Barang-barang dan jasa yang diperlukan orang banyak dan sifatnya kebutuhan, biasanya dikenai tarif PPN lebih rendah dibanding dengan barang dan jasa yang sifatnya bukan kebutuhan pokok. Kendati belum berlaku di Indonesia, tapi Ani menyatakan sudah banyak negara di dunia yang menerapkan sistem PPN multi tarif.
“Terkait PPN multi tarif, juga masih dalam kajian, dan tentunya perubahan tarif dari single tarif ke multitarif harus melalui perubahan UU tentang PPN,” jelasnya.
Ia menjelaskan munculnya wacana kenaikan tarif PPN bertujuan untuk memperkecil defisit APBN akibat pandemi covid-19. Sebab, belanja negara meningkat tajam untuk penanganan dampak pandemi, sementara penerimaan pajak justru lesu sejalan dengan lemahnya perekonomian.
Sementara untuk kenaikan tarif PPh, rencananya akan naik dari 30 persen menjadi 35 persen bagi wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan di atas Rp5 miliar. Namun, pemerintah mengklaim jumlah wajib pajak yang terdampak hanya sedikit.