Selasa, 13 Juli 2021 / 07:07 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210712144314-92-666556/sepekan-ppkm-darurat-omzet-hotel-dan-restoran-terjun-bebas

Jakarta, CNN Indonesia — Okupansi hotel dan omzet restoran terjun bebas usai sepekan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mencatat secara rata-rata okupansi hotel di daerah terdampak hanya tersisa belasan persen saja.

Bahkan, omzet restoran anjlok 70 persen hingga 90 persen selama PPKM Darurat.

“Okupansi terjun bebas karena situasi bukan hanya PPKM Darurat. Kalau di Jawa dan Bali tidak hanya masalah orang masuk ke hotel saja, tapi akses orang mau ke mana saja sulit karena dibatasi,” jelas Wakil Ketua Umum PHRI Maulana Yusran kepada CNNIndonesia.com, Senin (12/7).

Maulana mengatakan pada semester kedua setiap tahunnya, kebanyakan okupansi hotel berasal dari kegiatan bisnis (business tourism) dan pemesanan dari kegiatan pemerintah. Selama perusahaan dan K/L pemerintahan bekerja dari rumah (WFH), praktis pemesanan hotel anjlok.

Untuk sebagian hotel yang tergabung dalam program isolasi mandiri (isoman) memang tingkat keterisiannya tinggi, bisa mencapai 90 persen bahkan penuh. Namun, ia menjabarkan hanya segelintir hotel saja yang menjadi rujukan isoman.

Dari data PHRI, hanya sekitar 20-30 hotel saja yang menyediakan fasilitas isoman. Sedangkan, total hotel berbintang dan tidak berbintang di Jakarta mencapai 991 hotel. Artinya, hotel yang diuntungkan dari program isoman hanya 2 persen-3 persen saja.

Senasib, bisnis restoran juga terpuruk selama pekan pertama PSBB Darurat. Banyak dari pembeli, kata dia, mampir karena adanya aktivitas di sekitar restoran, baik untuk pekerjaan atau aktivitas senggang lainnya.

Dengan berhentinya aktivitas masyarakat, Maulana menyebut otomatis penjualan pun turun. Bahkan, banyak pengusaha yang memilih menutup usahanya selama PPKM Darurat dibanding buka namun merugi.

Ia kemudian menyebut khawatir dengan dampak yang ditimbulkan. Tak hanya berdampak pada PHK dan merumahkan karyawan, Maulana mengatakan pengusaha juga dihadapkan dengan beban operasional lainnya, seperti beban listrik, pajak, tagihan pinjaman bank, dan biaya operasional lainnya.

Jika hanya berlangsung beberapa bulan saja, ia menilai pengusaha masih mampu menahan kerugian. Namun, setelah berlangsung 1,5 tahun, napas pengusaha pun mulai pendek.

“Harusnya pemerintah kompensasi. Kalau pemerintah tarik rem mobilitas, tarik rem pajak juga dong. Mereka (pengusaha hotel dan restoran) kan enggak menghasilkan,” bebernya.

Ketua Badan Pengurus Daerah (BPD) PHRI Jakarta Sutrisno Iwantono menyebut keterisian hotel di ibu kota sisa 10 persen saja selama sepekan terakhir. Angka tersebut turun dari okupansi sebelum PPKM Darurat yang sempat menyentuh okupansi 40 persen.

Selama pengetatan berlangsung, Sutrisno mengaku pasrah. Ia memproyeksikan tidak akan banyak perubahan yang terjadi selama PPKM Darurat belum diangkat. Konsekuensinya, sebagian karyawan hotel dan restoran mengalami PHK atau dirumahkan.

“PHK dan merumahkan karyawan sudah pasti, pengurangan karyawan pasti tapi kan ya mudah-mudahan PPKM tidak lama. Kalau tidak lama masih bisa bertahan,” jelasnya.

Sebagai informasi, sejak 3 Juli lalu, pemerintah menerapkan PPKM Darurat di Pulau Jawa dan Bali hingga 20 Juli mendatang.

Selama PPKM, warga dilarang makan di restoran dan hanya boleh membeli untuk dibawa pulang atau pesan secara daring. Berbagai kegiatan lain juga dibatasi seperti melakukan perjalanan yang tidak mendesak.

Selama periode tersebut, hanya masyarakat yang sudah menerima vaksin minimal dosis pertama saja yang boleh melakukan perjalanan jauh.