Senin, 01 Maret 2021 / 09:16 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210301085930-78-612027/rupiah-dekati-rp14300-terseret-yield-obligasi-as

Jakarta, CNN Indonesia — Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.260 per dolar AS pada perdagangan pasar spot Senin (1/3) pagi. Mata uang Garuda melemah 0,18 persen jika dibandingkan perdagangan Jumat (26/2) sore di level Rp14.235 per dolar AS.

Pagi ini, mata uang di kawasan Asia bergerak bervariasi terhadap dolar AS. Kondisi ini ditunjukkan oleh yen Jepang turun 0,03 persen, dolar Taiwan melemah 0,22 persen, rupee India koreksi 1,44 persen, dan ringgit Malaysia turun 0,10 persen.

Sedangkan, won Korea Selatan naik 0,08 persen, yuan China naik 0,09 persen, bath Thailand naik 0,09 persen, dan dolar Singapura naik 0,01 persen.

Sementara itu, mayoritas mata uang di negara maju menguat di hadapan dolar AS. Tercatat, poundsterling Inggris naik 0,39 persen, dolar Australia menguat 0,60 persen, dolar Kanada naik 0,29 persen, dan franc Swiss menguat 0,03 persen.

Direktur PT Solid Gold Berjangka Dikki Soetopo mengatakan tekanan pada rupiah disebabkan oleh kenaikan imbal hasil (yield) obligasi (treasury) AS.

Sepanjang pekan lalu, yield treasury AS tenor 10 tahun sempat naik 17 basis poin menjadi 1,51 persen yang merupakan level tertinggi sejak awal Februari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi.

Dikki menuturkan kenaikan yield treasury AS tersebut berisiko memicu capital outflow (aliran modal keluar) dari pasar obligasi Indonesia, sebab selisih yield dengan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi menyempit.

“Ketika terjadi capital outflow, maka nilai tukar rupiah akan tertekan,” jelasnya kepada CNNIndonesia.com.

Ia mengatakan kenaikan tersebut dipicu antisipasi pelaku pasar terhadap prospek pemulihan ekonomi dan potensi kenaikan inflasi.

Imbasnya, mereka meminta kompensasi obligasi dengan kenaikan imbal hasil. Ia memperkirakan hari ini mata uang garuda bergerak di rentang Rp14.150 hingga Rp14.260 per dolar AS.

“Kenaikan yield treasury membuat bursa saham global rontok. Artinya pelaku pasar sedang menghindari aset-aset berisiko, alhasil, rupiah mendapat pukulan telak, sebab merupakan mata uang emerging market yang dianggap berisiko,” tandasnya.