Selasa, 26 Oktober 2021 / 06:44 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211025183623-78-712182/relaksasi-kartu-kredit-diklaim-bikin-kredit-macet-terkendali

Jakarta, CNN Indonesia — Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) menyatakan rasio kredit macet atau kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) bisnis kartu kredit berada di kisaran 2 persen-3 persen per September 2021. Angkanya diklaim terkendali.

Direktur Eksekutif AKKI Steve Marta menyebut terkendalinya NPL kartu kredit dalam rentang itu disebabkan oleh dua hal. Pertama, menurunnya penggunaan kartu kredit selama pandemi covid-19.

Steve mengatakan hingga kini penggunaan kartu kredit belum balik ke level normal atau sebelum pandemi. Ia mencatat pada September 2021, transaksi belanja kartu kredit berkisar di level Rp20 triliun.

Sedangkan sebelum pandemi atau pada 2019 lalu transaksi kartu kredit senilai Rp27 triliun secara rata-rata per bulan. Kendati belum pulih, ia menyebut transaksi kartu kredit sudah bangkit dari titik terendahnya sekitar Mei 2020 lalu saat transaksi hanya berkisar di level 60 persen normal atau senilai Rp16 triliun.

Ia menyatakan salah satu sektor yang berkontribusi pada penurunan transaksi adalah pengeluaran wisata (traveling) yang belum pulih, terutama karena pintu perjalanan internasional masih terbatas.

Di sisi lain, ia menyebut terjadi perubahan penggunaan atau transaksi kartu kredit karena peralihan transaksi dari toko fisik ke toko daring atau marketplace.

“Sekarang transaksi sudah banyak di ritel dan e-commerce, orang-orang jadi belanja online di marketplace itu yang sekarang kelihatan meningkat. Kenaikan kalau dari persentase transaksi antara 30 persenan,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (25/10).

Kedua, ia menilai rasio kredit macet kartu kredit tak membengkak imbas dari relaksasi atau pelonggaran aturan dari Bank Indonesia (BI) seperti batas minimum pembayaran kartu kredit dari 10 persen menjadi 5 persen total tagihan, termasuk denda keterlambatan pembayaran cicilan dari 3 persen menjadi 1 persen atau maksimal Rp100 ribu.

Menurut dia, kebijakan tersebut cukup efektif dalam menekan NPL. “Kebijakan BI cukup efektif untuk menekan NPL, membantu masyarakat meringankan kewajiban karena kita tahu dampak pandemi ke beberapa sektor cukup besar dan yang menerima upah juga kena dampak,” jelasnya.

Steve mengaku menyambut baik perpanjangan relaksasi aturan tersebut hingga Juni 2022. “Kami menerima dengan baik karena pandemi belum selesai. Jadi, antisipasi perlu dilakukan dan apakah ke depan cukup, sekitar April-Mei baru diskusi lagi,” imbuh dia.

Sebelumnya, BI memperpanjang pelonggaran aturan transaksi kartu kredit hingga Juni 2022. Khususnya, terkait batas minimum pembayaran kartu kredit hingga denda keterlambatan pembayaran cicilan.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan pelonggaran itu salah satunya terkait batas minimum pembayaran kartu kredit sebesar 5 persen dari total tagihan. Dalam aturan normal, minimum pembayaran kartu kredit mencapai 10 persen dari total tagihan.

Lalu, denda atas keterlambatan pembayaran sebesar 1 persen atau maksimal Rp100 ribu. Dalam situasi normal, denda yang dikenakan sebesar 3 persen.

Relaksasi terkait transaksi kartu kredit berlaku mulai Mei 2020 dan berakhir pada Desember 2020. Kemudian, BI memperpanjang sampai akhir 2021.

Lalu, bank sentral kembali memperpanjang relaksasi transaksi kartu kredit sampai pertengahan tahun depan.