Selasa, 26 Juli 2022 14:11 WIB

https://bisnis.tempo.co/read/1616002/ramai-keluhan-nasabah-asuransi-ojk-soroti-pemasaran-produk-yang-tak-transparan
TEMPO.CO
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perusahaan asuransi untuk terus membangun dan menjaga hubungan baik dengan nasabah khususnya dalam menyediakan produk layanan yang berkualitas tinggi dan perlindungan terhadap konsumen.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono. Ia menyatakan tak sedikit keluhan nasabah asuransi yang mengemuka ke publik menunjukkan bahwa konsumen belum benar-benar terlindungi.

Ia pun mendorong industri asuransi untuk mengambil sejumlah langkah dalam memberikan perlindungan konsumen. Beberapa di antaranya adalah soal bagaimana memasarkan produk secara transparan dan melibatkan tenaga pemasar yang memenuhi syarat.

“Perusahaan juga perlu mengembangkan mekanisme pemantauan, upaya yang terbaik dalam memberikan informasi terkait manfaat dan risiko,” kata Ogi dalam webinar webinar bertajuk Effective Dynamic Prudent Underwriting yang diselenggarakan ISEA-Himada, Selasa, 26 Juli 2022. “Kadang-kadang kita lupa menyampaikan risikonya, setiap produk yang ditawarkan ada manfaat dan risikonya.”

Berikutnya, kata Ogi, dalam menyelesaikan pengaduan-pengaduan nasabah, perusahaan asuransi diminta sebisa mungkin untuk menyelesaikannya secara internal melalui mekanisme internal dispute resolution.

Dengan cara itu, perusahaan asuransi dapat terjaga dari paparan risiko reputasi dan risiko hukum yang terjadi akibat kasus misseling dari agen ataupun kanal distribusi lainnya.

Selain itu, Ogi meminta perusahaan asuransi terus menguatkan tata kelola dan manajemen risiko di masing-masing internal perusahaan. “Beberapa catatan OJK belakangan ini terkait dengan bagaimana tata kelola dan manajemen risiko di internal masing-masing. Oleh karena itu, terkait product development yang ditawarkan harus benar-benar dilakukan hati-hati,” katanya.

Selain terkait pengembangan produk, menurut Ogi, peran komite investasi dalam mengalokasikan penempatan dana-dana yang dikelola perusahaan asuransi juga menjadi catatan OJK. Banyaknya penempatan investasi industri asuransi di pasar modal membuat pengawasan seolah-olah terlepas dari satu kesatuan perusahaan asuransi. Oleh karena itu, pihaknya akan melihat persoalan ini secara end-to-end.

“Kami di internal OJK akan kerja sama dengan pengawas pasar modal bagaimana dana-dana yang dikelola oleh perusahaan asuransi dapat terkelola dengan baik sehingga kewajiban perusahaan asuransi bisa dijaga dengan rasio-rasio yang baik,” ucap Ogi.

Sementara itu, Direktur Teknik Indonesia Financial Group (IFG) Rianto Ahmadi menyebutka tata kelola dan manajemen risiko menjadi kunci untuk menciptakan pertumbuhan industri asuransi yang berkelanjutan.

Selama berpuluh-puluh tahun lamanya, kata Rianto, tingkat penetrasi industri asuransi di Indonesia tak juga meningkat meski transaksi ekonomi asuransi bertumbuh. Ia menduga salah satu penyebabnya adalah bisa jadi karena pertumbuhan industri asuransi yang tidak cukup berkelanjutan.

“Ada saja ceritanya perusahaan A, B, C tahu-tahu roboh. Di satu periode beberapa perusahaan asuransi menciptakan pertumbuhan luar biasa, tapi terus kita lihat roboh,” ujarnya.

Jadi ia menilai pertumbuhan industri asuransi tak berkelanjutan. “Kalau bicara sustainability growth paling pas lihat dari angle tata kelola dan manajemen risiko.”

Soal tata kelola dan manajemen risiko asuransi, Rianto menyatakan bahwa perusahaan asuransi harus mampu mengidentifikasi dan mengukur risiko dari produk-produk asuransi yang dijualnya. Sebab, risiko utama bisnis asuransi adalah risiko finansial yang ditransfer dari nasabah.

Bila perusahaan tidak bisa mengukur risiko bisnis tersebut, menurut Riato, transaksi ekonomi dan penetapan premi asuransi yang ada cenderung hanya berdasarkan spekulasi. Hal tersebut yang lantas membuat perusahaan asuransi mengalami kegagalan. “Perusahaan-perusahaan yang ambruk pada dasarnya salah satunya rupanya risiko-risiko yang diperdagangkan tidak diukur dengan baik, ada semacam spekulasi dalam bertransaksi.”