18/11/2024

Source: https://www.pajak.com/pajak/prosedur-pengajuan-penundaan-atau-pengangsuran-utang-kepabeanan/

Pajak.com, Jakarta – Perusahaan berhak mengajukan penundaan atau pengangsuran utang kepabeanan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)/Bea Cukai. Namun, terdapat prosedur yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. Apa saja? Pajak.com akan memerincinya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 154 Tahun 2023.

Sebelumnya, perlu dipahami bahwa utang yang dapat diberikan penundaan atau pengangsuran merupakan utang yang timbul dari:

  1. Surat penetapan;
  2. Surat tagihan;
  3. Keputusan Direktur Jenderal Bea Cukai mengenai keberatan; atau
  4. Putusan badan peradilan pajak.

Prosedur Pengajuan Penundaan atau Pengangsuran Utang Kepabeanan

Berikut ini prosedur pengajuan penundaan atau pengangsuran utang kepabeananan:

  1. Pihak yang terutang dapat mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran kepada Direktur Bea Cukai melalui Kepala Kantor Bea Cukai;
  2. Permohonan diajukan dalam jangka waktu paling lambat sebelum surat paksa diberitahukan oleh jurusita Bea Cukai kepada pihak yang terutang sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penagihan pajak dengan surat paksa;
  3. Permohonan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

– Ditandatangani oleh pihak yang terutang; dan

– Dilampiri dengan:

  • Surat penetapan, surat tagihan, Keputusan Direktur Jenderal Bea Cukai mengenai keberatan, atau putusan badan peradilan pajak;
  • Laporan keuangan periode berjalan dan laporan keuangan tahun sebelumnya, atau catatan sebagaimana diwajibkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai;
  • Catatan keuangan, yang paling sedikit memuat informasi terkait dengan total aset, total utang, total ekuitas, aset lancar, utang lancar, laba ditahan, penjualan, laba sebelum bunga dan pajak, dan  laba bersih—dalam hal pihak yang terutang tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan yang menghasilkan laporan keuangan;
  • Surat kuasa khusus yang ditandatangani oleh pihak yang terutang, dalam hal permohonan bukan diajukan oleh pihak yang terutang; dan
  • Surat kuasa khusus yang ditandatangani oleh pihak yang terutang, dalam hal permohonan bukan diajukan oleh pihak yang terutang;
  • Dalam hal permohonan diajukan karena pihak yang terutang mengalami keadaan kahar, pihak yang terutang juga harus melampirkan surat keterangan dari instansi berwenang yang menyatakan telah terjadi keadaan kahar; dan
  • Permohonan dinyatakan diterima secara lengkap apabila telah memenuhi ketentuan dalam PMK Nomor 154 Tahun 2023.