Kamis, 20 Mei 2021 / 07:20 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210519201904-532-644470/poin-poin-ruu-perpajakan-dari-ppn-hingga-amnesti-pajak

Jakarta, CNN Indonesia — Pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Ketentuan Umum Perpajakan atau RUU Perpajakan kembali mengemuka di publik. Bahkan, wacana aturan yang berasal dari usulan pemerintah itu sudah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.

Penetapan RUU yang masuk Prolegnas 2021 itu sudah ditetapkan DPR sejak Maret 2021 lalu. Tepatnya, saat Rapat Paripurna ke-15 Masa Persidangan IV 2020-2021.

Dalam rapat tersebut, legislator menetapkan ada 33 RUU yang masuk dalam daftar prioritas. RUU mengenai perpajakan ini berada di daftar ke-31 dengan tajuk RUU tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sampai mengirim surat kepada DPR untuk segera membahas RUU tersebut.

“Bapak Presiden sudah kirim surat kepada DPR untuk bahas ini dan diharapkan bisa segera dilakukan pembahasan,” ungkap Airlangga dalam acara Halal bi Halal virtual, Rabu (19/5).

Lalu apa saja poin-poin perubahan ketentuan yang akan tertuang di ruu tersebut?

Airlangga mengatakan ada beberapa ketentuan jenis pajak yang diutak-atik oleh pemerintah. Mulai dari perubahan tarif pajak pertambahan nilai (PPN), perubahan tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi, pengurangan tarif PPh badan, hingga perubahan ketentuan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pajak barang dan jasa (goods and services tax/GST), hingga penetapan pajak karbon.

Selain sejumlah jenis pajak itu, pemerintah juga akan menuangkan aturan terkait pengampunan pajak (tax amnesty) alias amnesti pajak. Tetapi, belum ada rincian mengenai perubahan-perubahan ini.

Namun, kabar yang sudah beredar di publik saat ini menyatakan bahwa pemerintah berencana mengerek tarif PPN. Sementara, tarif pajak lainnya belum diketahui apa akan dinaikkan atau diturunkan.

Kepala Subdit (Kasubdit) Humas Direktorat P2P DJP Ani Natalia pernah memberi sinyal bahwa tarif PPN berpotensi bisa naik dari 10 persen pada saat ini menjadi 15 persen.

Potensi ini sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 terkait Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang memberi ruang tarif PPN hingga 15 persen.

“Dalam UU Nomor 46/2009 tentang PPN, sebenarnya pemerintah sudah diberi wewenang untuk menaikkan tarif PPN sampai dengan 15 persen, namun belum pernah dilakukan,” ujar Ani kepada CNNIndonesia.com.

Selain skema single tarif, Ani mengatakan otoritas pajak juga sempat mengkaji PPN multi tarif. Dengan skema ini, maka pengenaan PPN bisa memiliki perbedaan tarif untuk barang atau jasa tertentu.

Barang-barang dan jasa yang diperlukan orang banyak dan sifatnya kebutuhan, biasanya dikenai tarif PPN yang lebih rendah dibanding dengan barang dan jasa yang sifatnya bukan kebutuhan pokok.

Kendati belum berlaku di Indonesia, tapi Ani menyatakan sudah banyak negara di dunia yang menerapkan sistem PPN multi tarif.

“Terkait PPN multi tarif, juga masih dalam kajian, dan tentunya perubahan tarif dari single tarif ke multitarif harus melalui perubahan UU tentang PPN,” jelasnya.

Ia menjelaskan munculnya wacana kenaikan tarif PPN bertujuan untuk memperkecil defisit APBN akibat pandemi covid-19.

Sebab, belanja negara meningkat tajam untuk penanganan dampak pandemi covid-19, sementara penerimaan pajak justru lesu sejalan dengan lemahnya perekonomian.