28/02/2025

Source: https://artikel.pajakku.com/pmk-no17-tahun-2025-aturan-baru-penyidikan-pajak-dan-mekanisme-penghentian-kasus/

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus memperketat pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.17 Tahun 2025 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. Peraturan ini mengatur secara lebih rinci prosedur penyidikan terhadap pelanggaran perpajakan, mekanisme penetapan tersangka, hingga ketentuan penghentian penyidikan untuk kepentingan penerimaan negara.

Perubahan dan penegasan dalam PMK ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan efektivitas dalam penegakan hukum perpajakan, sekaligus memberikan opsi bagi wajib pajak yang ingin menyelesaikan perkaranya melalui mekanisme pelunasan kerugian negara. Artikel ini akan membahas secara komprehensif isi PMK No.17 Tahun 2025 serta implikasinya bagi wajib pajak.

1. Ruang Lingkup Penyidikan Pajak dalam PMK No.17 Tahun 2025

PMK No.17 Tahun 2025 menetapkan bahwa penyidikan di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) DJP yang memiliki kewenangan untuk:

  • Mengumpulkan bukti permulaan dari transaksi perpajakan yang mencurigakan.
  • Melakukan pemanggilan dan pemeriksaan wajib pajak yang diduga melakukan tindak pidana pajak.
  • Melakukan penyitaan terhadap aset yang berhubungan dengan kejahatan pajak.
  • Menetapkan tersangka berdasarkan bukti yang cukup.
  • Mengajukan penghentian penyidikan dalam rangka optimalisasi penerimaan negara.

Setiap proses penyidikan harus dilaksanakan berdasarkan prinsip keadilan, transparansi, dan kepastian hukum agar tidak merugikan baik wajib pajak maupun negara.

2. Jenis Tindak Pidana Perpajakan yang Dapat Disidik

PMK ini menegaskan bahwa beberapa tindakan yang tergolong sebagai tindak pidana perpajakan meliputi:

  1. Penyampaian SPT yang Tidak Benar atau Tidak Lengkap
    • Jika wajib pajak dengan sengaja tidak melaporkan seluruh penghasilannya sehingga menimbulkan kerugian pada negara.
  2. Penggunaan Faktur Pajak Fiktif
    • Termasuk membuat faktur pajak tanpa adanya transaksi sebenarnya guna menghindari pembayaran pajak.
  3. Tidak Menyetorkan Pajak yang Telah Dipungut
    • Pelanggaran serius jika wajib pajak telah memungut pajak tetapi tidak menyetorkannya ke kas negara.
  4. Manipulasi Pembukuan atau Laporan Keuangan
    • Termasuk penggelapan pajak dengan cara mengubah catatan akuntansi agar terlihat membayar pajak lebih rendah dari yang seharusnya.
  5. Pelanggaran Pasal 39A UU KUP
    • Pemalsuan dokumen perpajakan atau penggunaan dokumen yang tidak sah untuk menghindari kewajiban pajak.

3. Mekanisme Penyidikan dan Penghentian Penyidikan

PMK No.17 Tahun 2025 menetapkan tahapan penyidikan sebagai berikut:

  1. Pemeriksaan Bukti Permulaan
    Penyidik mengumpulkan dan menganalisis bukti awal untuk menentukan ada atau tidaknya dugaan tindak pidana perpajakan.
  2. Penerbitan Surat Perintah Penyidikan
    Jika bukti cukup, PPNS DJP akan mengeluarkan surat perintah penyidikan dan mulai melakukan pemanggilan serta pemeriksaan wajib pajak.
  3. Pemeriksaan dan Pengumpulan Barang Bukti
    Penyidik dapat melakukan penggeledahan, penyitaan aset, serta wawancara terhadap pihak terkait.
  4. Penyerahan Berkas ke Kejaksaan
    Jika penyidikan telah dinyatakan lengkap (P-21), berkas perkara akan diserahkan ke penuntut umum untuk proses hukum lebih lanjut.

Namun, ada mekanisme penghentian penyidikan yang diatur dalam PMK No.17 Tahun 2025. Jika tersangka atau wajib pajak bersedia melunasi seluruh kerugian negara serta membayar sanksi administratif, Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan penghentian penyidikan kepada Jaksa Agung.

4. Ketentuan Pelunasan Kerugian Negara untuk Menghentikan Penyidikan

Berdasarkan PMK No.17 Tahun 2025, wajib pajak yang ingin menghentikan penyidikan harus melunasi seluruh kerugian negara ditambah dengan sanksi administratif berikut:

Jenis Pelanggaran Sanksi Administratif yang Harus Dibayar
Kerugian pada negara akibat SPT tidak benar Denda 1 kali jumlah kerugian
Penggelapan pajak atau rekayasa laporan keuangan Denda 3 kali jumlah kerugian
Penggunaan faktur pajak fiktif atau tidak sah Denda 4 kali jumlah pajak dalam faktur

Jika pelunasan dilakukan sebelum kasus diserahkan ke pengadilan, maka Menteri Keuangan dapat meminta penghentian penyidikan. Namun, jika sudah masuk tahap penuntutan, keputusan akhir berada di tangan Kejaksaan dan pengadilan.

Baca juga: Ultimum Remedium, Pendekatan Khusus Hukum Pidana Perpajakan di Indonesia

5. Dampak dan Implikasi bagi Wajib Pajak

Regulasi baru ini membawa beberapa dampak bagi wajib pajak:

  1. Peningkatan Kepatuhan Pajak
    • Wajib pajak kini lebih berhati-hati dalam melaporkan pajaknya karena risiko penyidikan lebih ketat.
  2. Dampak pada Pelaku Usaha
    • Pengusaha harus memastikan bahwa faktur pajak yang digunakan valid dan sesuai dengan transaksi sebenarnya.
  3. Efek Jera terhadap Pengemplang Pajak
    • Penyitaan aset dan pemblokiran rekening dapat dilakukan jika penyidik menemukan pelanggaran serius.
  4. Kesempatan untuk Penyelesaian di Luar Pengadilan
    • Dengan adanya opsi penghentian penyidikan, wajib pajak masih memiliki kesempatan untuk menyelesaikan kasusnya dengan melunasi kewajiban pajaknya.

Kesimpulan

PMK No.17 Tahun 2025 merupakan langkah tegas pemerintah dalam meningkatkan pengawasan pajak dan penegakan hukum terhadap pelanggaran perpajakan. Dengan ketentuan baru ini, wajib pajak diharapkan semakin patuh dalam melaporkan pajak secara benar dan transparan.

Bagi wajib pajak yang menghadapi kasus perpajakan, PMK ini juga membuka peluang untuk menyelesaikan perkaranya melalui pelunasan kerugian negara dan sanksi administratif, sehingga bisa menghindari proses hukum lebih lanjut.