06/11/2024

Source: https://www.pajak.com/pajak/pmk-81-2024-tentang-core-tax-begini-pelaksanaan-hak-dan-kewajiban-wajib-pajak-secara-elektronik/

Pajak.com, Jakarta – Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 mengenai pelaksanaan core tax telah memerinci ketentuan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban Wajib Pajak secara elektronik. Rinciannya termaktub dalam Bab III pasal 3 – 14 atau pada halaman 27 – 36.

“Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak dilaksanakan secara elektronik, dilakukan melalui portal Wajib Pajak, laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan/atau contact center,” tulis pasal 4 ayat 2 PMK Nomor 81 Tahun 2024, dikutip Pajak.com, (5/11).  

Namun, apabila tidak dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara elektronik, Wajib Pajak dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara langsung; melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir; ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

“Penyebab pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan tidak dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dapat berupa infrastruktur yang belum tersedia di daerah tern pat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, sistem atau fasilitas komunikasi yang digunakan oleh Wajib Pajak mengalami gangguan teknis, terdapat bencana,” jelas PMK Nomor 81 Tahun 2024 ini.

Kemudian, untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak menyediakan akun untuk setiap Wajib Pajak. Namun, Wajib Pajak harus melakukan aktivasi terlebih dahulu secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak atau langsung ke KPP dan KP2KP.

Selanjutnya, Wajib Pajak yang menyampaikan dokumen elektronik dan/atau dokumen kertas yang diakui adalah dokumen yang pertama kali terekam oleh sistem administrasi DJP—dalam hal ini core tax.

Bukti penerimaan atau bukti pengiriman surat atas dokumen yang pertama kali terekam ke dalam sistem administrasi DJP itu menjadi tanda bukti penerimaan dokumen. Dengan demikian, dokumen elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan dokumen kertas.

“Bukti penerimaan atau bukti pengiriman surat atas dokumen yang pertama kali terekam ke dalam sistem administrasi DJP menjadi tanda bukti penerimaan dokumen,” tulis PMK tersebut.

Prosedur selanjutnya, bukti penerimaan dokumen akan ditindaklanjuti oleh sistem administrasi DJP atau sistem yang terintegrasi dengan sistem administrasi DJP; pejabat atau pegawai DJP; atau pejabat/pegawai di kementerian atau lembaga yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

PMK Nomor 81 Tahun 2024 menegaskan bahwa penandatanganan dokumen elektronik yang harus ditandatangani oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dilaksanakan dengan menggunakan tanda tangan elektronik, meliputi tanda tangan elektronik tersertifikasi; atau tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi—sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah (PP) mengenai penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik.

Penandatanganan dokumen elektronik untuk Wajib Pajak orang pribadi dilakukan dengan menggunakan sertifikat elektronik atau kode otorisasi yang dimiliki oleh:

  1. Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan;
  2. Wali atau pengampu, bagi anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan; atau
  3. Orang pribadi yang ditunjuk oleh Wajib Pajak orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menandatangani dokumen elektronik.

Penandatanganan dokumen elektronik untuk Wajib Pajak badan, instansi pemerintah, dan warisan belum terbagi dilakukan bisa dimiliki oleh:

  1. Orang pribadi yang merupakan wakil Wajib Pajak; atau
  2. Orang pribadi selain wakil Wajib Pajak yang ditunjuk oleh wakil Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menandatangani dokumen elektronik.

Adapun wakil Wajib Pajak tersebut, meliputi:

  1. Pengurus, bagi Wajib Pajak badan;
  2. Kurator, bagi Wajib Pajak Badan yang dinyatakan pailit;
  3. Orang atau orang pribadi yang mewakili badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan, bagi Wajib Pajak Badan dalam pembubaran;
  4. Likuidator, bagi Wajib Pajak badan dalam likuidasi;
  5. Salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat, atau pihak yang mengurus harta peninggalan, bagi Wajib Pajak warisan belum terbagi;
  6. Kepala instansi pemerintah pusat, kuasa pengguna anggaran, kepala badan layanan umum atau pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada instansi pemerintah pusat, untuk instansi pemerintah pusat;
  7. Kepala instansi pemerintah daerah pengguna anggaran, kepala badan layanan umum daerah atau pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada satuan kerja perangkat daerah, untuk instansi pemerintah daerah; atau
  8. Kepala desa atau perangkat desa yang melaksanakan pengelolaan keuangan desa berdasarkan keputusan kepala desa, untuk instansi pemerintah desa.