Rabu, 03 November 2021 / 19:38 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211103140812-92-716078/pengusaha-hotel-dan-wisata-minta-turis-asing-tak-dikarantina-lagi

Jakarta, CNN Indonesia — Sejumlah pengusaha meminta pemerintah tetap mempertimbangkan opsi tidak ada karantina bagi wisatawan mancanegara alias turis asing yang masuk ke Indonesia. Kebijakan ini dirasa lebih tepat ketimbang memangkas masa karantina dari 5 hari menjadi 3 hari seperti yang berlaku saat ini.

Asosiasi Agen Perjalanan dan Wisata (ASITA) Bali mengungkapkan permintaan ini muncul karena pengusaha tetap ragu ada peningkatan pemesanan paket perjalanan meski masa karantina sudah dipangkas. Toh, ada sejumlah negara yang justru tidak memberlakukan syarat karantina sama sekali kepada turis asing yang masuk ke negaranya, misalnya Thailand.

“Kami menyambut bak kebijakan baru ini, semoga ini bisa memberikan angin segar untuk kedatangan wisman ke Bali. Namun, kami masih tetap ingin agar tidak ada karantina,” ujar Ketua DPD Asita Bali I Putu Winastra kepada CNNIndonesia.com, Rabu (3/11).

Menurut Winastra, bebas karantina ini sangat mungkin diterapkan bagi turis asing yang sudah menerima vaksin covid-19 secara penuh. Selain itu, bisa pula diberikan bila hasil pemeriksaan covid-19 mereka negatif dengan skema PCR.

Aturan karantina, sambungnya, perlu ditiadakan agar turis asing semakin tertarik untuk datang ke Bali di tengah pandemi covid-19. Sebab, saat karantina, turis perlu merogoh kocek sekitar Rp8 juta sampai Rp45 juta per paket untuk karantina di sejumlah hotel yang telah ditetapkan pemerintah di Bali.

“Ini juga pakai biaya sendiri. Jadi begitu mereka liburan di sini, mereka harus habiskan hari lebih banyak karena perlu karantina dulu, baru bisa liburan, dan biayanya besar, tapi harus dibayar sendiri,” tuturnya.

Menurutnya, hal ini membuat ongkos liburan di Bali menjadi semakin besar bagi turis asing. Pengeluaran turis pun bisa lebih bengkak ketimbang jika dia berlibur ke negara lain yang tidak memberlakukan syarat karantina.

“Masalahnya destinasi wisata kan tidak hanya Indonesia ya, negara-negara lain juga lagi gencar-gencarnya buka untuk turis, ini mungkin bisa dipertimbangkan,” katanya.

Kendati begitu, bila pemerintah tetap ingin memberlakukan karantina, ia meminta agar aturannya dibuat sejelas mungkin. Misalnya, apakah turis benar-benar harus di kamar saja atau masih boleh berada di kawasan hotel.

“Kami harapkan agar aturan yang keluar disertai surat resmi, sehingga seluruh instansi dan terutama yang kerja di lapangan jadi tidak bermasalah,” imbuhnya.

Senada, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Restoran dan Hotel Indonesia (PHRI) Maulana Yusran juga ragu bila tingkat keterisian (okupansi) hotel bisa meningkat saat karantina bagi turis atau masyarakat yang habis melakukan penerbangan luar negeri cuma 3 hari. Sebab, menurutnya, hal ini tak serta merta bisa meningkatkan minat dan permintaan (demand) berpergian dari masyarakat.

“Hotel kan tergantung demand, kalau ada yang minat masuk (ke Indonesia), lalu dia karantina, tapi meski ada pun, volume-nya tidak tinggi. Sedangkan sampai saat ini tidak ada yang masuk, jadi okupansinya rendah,” ucap Maulana.

Sementara Stakeholder Relation Manager PT Angkasa Pura I (Persero) Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali Taufan Yudhistira mengungkapkan belum ada kunjungan turis asing di Pulau Dewata sejak dibuka pada 14 Oktober lalu hingga saat ini. Bahkan, belum ada maskapai internasional yang mengajukan izin penerbangan ke Indonesia.

“Sampai dengan saat ini belum ada trafik internasional. Alasannya kami tidak tahu, karena sampai dengan saat ini belum ada maskapai yang mengajukan izin penerbangan dari dan ke Bali,” pungkasnya.