Rabu, 27 Oktober 2021 / 07:20 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211027065705-85-712834/pasokan-global-kurang-harga-minyak-terangkat

Jakarta, CNN Indonesia — Harga minyak dunia menguat tipis ke level tertinggi sejak 2014 pada akhir perdagangan Selasa (26/10), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan tak lepas dari kurangnya pasokan global di tengah tingginya permintaan, terutama dari Negeri Paman Sam.

Tercatat, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember naik 41 sen atau 0,5 persen menjadi US$86,40 per barel, tertinggi sejak Oktober 2014.

Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Desember sebesar 89 sen atau 1,1 persen ke US$84,65 per barel.

Analis memprediksi data persediaan mingguan minyak AS terbaru meningkat 1,9 juta barel. Adapun laporan persediaan AS dari American Petroleum Institute (API) dirilis pada Selasa (26/10) dan Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Rabu waktu setempat.

“Krisis energi masih jauh dari mereda, jadi kami memperkirakan kekuatan besar pada harga minyak pada November dan Desember karena pasokan tertinggal dari permintaan dan karena OPEC+ tetap tidak bertindak,” kata Analis Pasar Minyak Senior Rystad Energy Louise Dickson seperti dikutip dari Antara, Rabu (27/10).

Saat ini, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) meningkatkan produksi sebesar 400 ribu barel per hari (bph) setiap bulan. Namun, OPEC+ mengabaikan seruan untuk meningkatkan produksi lebih cepat dalam menanggapi lonjakan harga.

“Satu-satunya hal yang akan membuat OPEC+ termotivasi adalah jika operator swasta AS memberi sinyal, mereka akan meningkatkan produksi,” ujar Analis Pasar Senior OANDA Edward Moya yang memperkirakan harga minyak bisa menembus US$90 per barel.

Sementara itu, Goldman Sachs memperkirakan harga Brent bertengger di US$90 per barel dan Kepala Eksekutif BlackRock Larry Fink menaksir harga minyak mencapai US$100 dolar.

Harga energi tetap tinggi di seluruh dunia ketika suhu turun pada awal musim dingin di utara. Namun, pasar tenaga listrik dan batu bara China mulai mendingin usai intervensi pemerintah.

Manajer Komoditas Phillip Futures Avtur Sandu mengungkapkan pedagang masih menunggu kejelasan tentang hasil pembicaraan internasional tentang menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran 2015, setelah Gedung Putih mengatakan upaya berada pada “fase penting” yang dapat membuka kembali jalan bagi ekspor minyak mentah Iran.

Kepala Investasi UBS Global Wealth Management Mark Hefele mengungkapkan permintaan energi bangkit seiring meningkatnya aktivitas ekonomi usai pandemi covid-19.

“Pada saat yang sama, pasokan telah dibatasi oleh berbagai masalah termasuk pemadaman terkait cuaca, tantangan integrasi dengan energi terbarukan, dan kemacetan rantai pasokan,” ujar Hefele dalam catatannya.