Senin, 27 Jun 2022 15:00 WIB
https://finance.detik.com/energi/d-6149319/pajak-karbon-batal-berlaku-1-juli-kenapa-bu-sri-mulyani
Jakarta – Pengenaan pajak karbon yang sebelumnya direncanakan berlaku pada 1 Juli 2022 ditunda. Penundaan ini sudah kedua kalinya dari semula direncanakan 1 April 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan saat ini seluruh peraturan pendukung dan pemberlakuan untuk pajak karbon masih terus disusun.
“Pertama kita di dalam peraturan dan regulasinya tetap kita susun karena itu penting bahwa climate change merupakan concern yang penting bagi dunia dan terutama bagi kita sendiri,” kata Sri Mulyani usai rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Jakarta, Senin (27/6/2022).
Penundaan pajak karbon juga mempertimbangkan kondisi perekonomian yang sedang bergejolak akibat situasi global seperti sekarang ini. Sri Mulyani mau penerapan pajak karbon bisa memberikan dampak positif untuk ekonomi, bukan malah berdampak negatif secara domestik maupun global.
“Kalau kita lihat sekarang ini dengan gejolak yang terjadi di sektor energi, kita juga harus calculated mengenai penerapannya yang harus tetap positif untuk ekonomi kita sendiri, terutama nanti untuk diversifikasi energi, namun pada saat yang sama mengatasi ketidakpastian yang berasal dari global terutama harga-harga energi yang sedang bergejolak,” tuturnya.
Sri Mulyani mencontohkan saat ini negara-negara Eropa menggunakan batu bara lebih banyak sebagai bahan bakar karena Rusia tak lagi mengekspor gas kepada negara barat. Nah penerapan pajak karbon perlu mempertimbangkan hal-hal itu.
“Hal-hal seperti ini harus kita kalkulasi secara sangat hati-hati terhadap policy-policy yang menyangkut energi termasuk di dalamnya pajak karbon,” imbuhnya.
Sayangnya Sri Mulyani tidak menjawab spesifik sampai kapan pajak karbon ditunda dan bisa diterapkan. Sebelumnya Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menargetkan akan tetap berlaku pada 2022 sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Pertama kali yang akan dikenakan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dengan mekanisme cap and tax. “Ini akan mendukung mekanisme pasar karbon yang diberlakukan dengan cap and trade yang sudah berlangsung di antara PLTU, yang ini sudah dilakukan oleh Kementerian ESDM,” kata Febrio dalam konferensi pers APBN KiTA, Kamis (23/6/2022).