Rabu, 08 September 2021 / 07:26 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210907172937-78-691007/ojk-ingatkan-bank-soal-dampak-restrukturisasi-kredit

Jakarta, CNN Indonesia — Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana menyatakan pihaknya telah melakukan berbagai kajian dan mencermati dampak dari restrukturisasi kredit selama pandemi covid-19.

Ia menyebut dari kajian tersebut disimpulkan perbankan harus mencermati dampak restrukturisasi terhadap permodalan dan likuiditas masing-masing akibat meningkatkan kredit macet (non-performing loans/NPL).

Karena itu, ia menekankan agar seluruh bank disiplin tetap membentuk pencadangan atau menyetor cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).

“Kami mendapat kesimpulan memang ini perlu dicermati dampaknya terkait permodalan dan dampak dari likuiditas kenaikan NPL,” kata dia dalam diskusi Infobank bertajuk Tantangan Setelah Relaksasi Restrukturisasi Kredit Berakhir, Selasa (7/9).

Mengamini pernyataan Heru, Ketua Himbara sekaligus Direktur Utama PT BRI (Persero) Tbk Sunarso menyebut bankir tidak boleh lelah mencadangkan CKPN guna menghindari permasalahan sistemik di kemudian hari.

Ia juga mengatakan pelaku sektor keuangan tidak boleh euforia dengan capaian laba. Menurut dia, mengelola bank di tengah pandemi ialah mencari keseimbangan antara tetap untung dan selamat.

Dia mengatakan di atas kertas NPL perbankan rendah karena ditopang kebijakan restrukturisasi. Namun setelah kebijakan dicabut, ada potensi munculnya kredit macet yang berasal dari rasio kredit bermasalah (loan at risk/LAR) yang cukup tinggi.

Misal, LAR BRI pada semester I 2021 sebesar 27,29 persen dari total pinjaman. Lalu, LAR Bank Mandiri sebesar 21,19 persen, LAR BNI sebesar 25,8 persen, dan LAR BTN 14,65 persen untuk periode sama.

“Penting bagi kita untuk tidak terlalu ngoyo dan berfoya-foya membukukan laba karena di depan mata kita masih dipegang portofolio restrukturisasi yang begitu besar,” ujarnya.

Khusus portofolio BRI, ia menjabarkan total akumulasi pinjaman direstrukturisasi per semester I lalu senilai Rp234,08 triliun. Dari total tersebut Rp45,69 triliun atau 19,51 persen bisa membayar sesuai ketentuan.

Lalu, yang ‘sembuh’ atau lepas restrukturisasi sebesar Rp12,42 triliun atau 5,3 persen. Sedangkan yang tidak lagi bisa diselamatkan alias hapus buku senilai Rp2,19 triliun atau hampir 1 persen.

“Makanya kami menabung cadangan itu supaya nanti jangan sampai mengganggu perbankan secara keseluruhan karena ini sangat sistemik,” pungkasnya.