20/12/2024

Source: https://www.pajak.com/pajak/multitarif-ppn-akan-diterapkan-praktisi-pajak-soroti-potensi-kompleksitas-administrasi-bagi-pkp/

Pajak.com, Jakarta – Ketua Departemen Penelitian Dan Pengkajian Kebijakan Fiskal Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pino Siddharta menyoroti potensi kompleksitas administrasi perpajakan atas rencana kebijakan multitarif pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kompleksitas ini berpotensi terjadi pada perusahaan berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menjual beragam barang dan/atau jasa dan memiliki perbedaan tarif PPN.

Seperti diketahui, pemerintah telah mengumumkan pengenaan tarif PPN 12 persen terhadap barang dan jasa premium mulai 1 Januari 2025. Di sisi lain, pemerintah tetap mengenakan PPN 11 persen terhadap barang dan jasa tertentu. Meski demikian, aturan pelaksana atas kebijakan ini masih belum diterbitkan.

”Selama ini Indonesia menerapkan single tariff (PPN), kalau seandainya kebijakan PPN diterapkan (multitarif)ada tarif PPN 11 persen dan 12 persen, seperti tepung terigu dan minyak goreng itu diumumkan tetap 11 persen, (sementara barang dan jasa premium) 12 persen, berarti nanti rezim perpajakan Indonesia akan multitarif. Tentunya ini membuat kompleksitas administrasi bisa semakin tinggi. Karena tentu berbeda, khususnya bagi PKP yang kebetulan menjual lebih dari 2 barang—ada yang kena PPN 11 persen dan yang kena 12 persen,” ungkap Pino kepada Pajak.com, di sela-sela Seminar Outlook Perpajakan 2025 yang diselenggarakan IKPI, di Aston Kartika Grogol Hotel & Conference Center.

Namun, ia menggarisbawahi, IKPI masih belum bisa menyimpulkan sejauh mana rencana kebijakan multitarif PPN berpengaruh terhadap kompleksitas administrasi perpajakan.

”Secara praktik sistem ini (multi-tarif PPN) bukan hal baru. Di luar negeri sudah diterapkan di negara lain, tapi di Indonesia ini adalah sesuatu yang baru,” ujar Pino.

Secara simultan, Wajib Pajak juga memiliki tantangan untuk beradaptasi dengan sistem administrasi perpajakan yang baru. Pasalnya, mulai 1 Januari 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan mengoperasikan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau core tax. Sistem ini akan mengintegrasikan 21 proses bisnis perpajakan, seperti pendaftaran, pembayaran, hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan.

”Tahun 2025 sangat kompleks, walaupun secara sistem IKPI mengapresiasi sistem ini sangat bagus—memudahkan Wajib Pajak. Tapi tantangannya, bagaimana menyosialisasikan core tax ini secara menyeluruh kepada Wajib Pajak, kemudian memastikan keamanan dan kepatuhan data maupun informasi yang disampaikan Wajib Pajak (dalam SPT tahunan),” ungkap Pino.

Di tengah proyeksi kompleksitas tersebut, IKPI menegaskan komitmennya untuk terus mengedukasi Wajib Pajak. Ke depan, IKPI juga akan memberikan kajian dan penelitiannya kepada pemerintah mengenai implementasi penerapan setiap regulasi perpajakan.