17/03/2025

Source: https://www.pajak.com/pajak/mengenal-bphtb-pungutan-wajib-saat-beli-rumah/

Pajak.com, Jakarta – Saat membeli rumah atau tanah, ada biaya yang wajib dibayar selain harga properti itu sendiri. Salah satunya adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pajak ini dikenakan atas setiap perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, termasuk melalui jual beli, hibah, tukar-menukar, dan warisan.

Di Jakarta, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dikenakan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, yang menetapkan besaran tarif dan ketentuan lainnya.

Apa Itu BPHTB?

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan saat seseorang atau badan memperoleh hak atas tanah atau bangunan. “BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan,” sebagaimana diatur dalam Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, dikutip Pajak.com dari laman Bapenda Jakarta pada Minggu (16/3/2025).

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan berlaku untuk berbagai jenis perolehan hak atas tanah dan bangunan. Salah satu yang paling umum adalah jual beli, di mana seseorang atau badan membeli tanah atau bangunan dari pemilik sebelumnya.

Selain itu, tukar-menukar juga termasuk dalam objek BPHTB, yaitu ketika dua pihak saling menukar hak atas tanah atau bangunan yang mereka miliki. Hibah, atau pemberian tanah dan bangunan secara cuma-cuma dari satu pihak ke pihak lain, juga dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, kecuali dalam kondisi tertentu yang mendapat pengecualian.

Warisan juga menjadi objek pajak ini, terutama saat dilakukan pendaftaran hak waris. Selain itu, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan juga berlaku untuk perolehan hak berdasarkan putusan pengadilan atau lelang, seperti saat seseorang memenangkan lelang tanah atau bangunan yang sebelumnya disita atau dijual melalui mekanisme hukum.

Jadi, jika kamu membeli rumah atau tanah, pastikan untuk menghitung dan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sesuai ketentuan.

Objek dan Pengecualian BPHTB

BPHTB dikenakan pada berbagai jenis hak atas tanah dan bangunan, seperti hak milik, hak guna usaha, hak pakai, dan hak guna bangunan.

Namun, tidak semua transaksi tanah atau bangunan dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Beberapa transaksi yang dikecualikan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan antara lain:

  • Tanah atau bangunan milik negara atau pemerintah daerah yang digunakan untuk kepentingan pemerintahan atau pembangunan umum.
  • Tanah atau bangunan milik perwakilan lembaga internasional yang tidak menjalankan bisnis di Indonesia.
  • Pembelian rumah pertama oleh masyarakat berpenghasilan rendah, sesuai ketentuan yang berlaku.
  • Tanah atau bangunan yang diperoleh melalui wakaf.
  • Tanah atau bangunan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

Jika transaksi yang dilakukan termasuk dalam kategori ini, maka tidak ada kewajiban untuk membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

BPHTB harus dibayar pada saat tertentu sesuai dengan jenis perolehan hak atas tanah dan bangunan. Pajak ini menjadi terutang ketika perjanjian jual beli ditandatangani, yang menandakan adanya kesepakatan resmi antara penjual dan pembeli.

Kemudian, BPHTB juga harus dibayarkan saat akta tukar-menukar, hibah, atau warisan ditandatangani sebagai bukti sah perolehan hak. Dalam kasus warisan, pajak ini terutang saat dilakukan pendaftaran warisan oleh ahli waris. Jika perolehan hak terjadi melalui proses hukum, BPHTB wajib dibayar setelah putusan pengadilan dengan kekuatan hukum tetap diterbitkan. Hal yang sama berlaku bagi pemenang lelang, di mana pajak harus dibayarkan pada saat penunjukan pemenang lelang dilakukan.

Dengan memahami waktu pembayaran BPHTB, Wajib Pajak dapat menghindari keterlambatan dan memastikan proses kepemilikan tanah atau bangunan berjalan lancar.

Tarif dan Cara Menghitung BPHTB

Tarif BPHTB berdasarkan Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 adalah 5 persen dari nilai perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Rumus perhitungannya sebagai berikut:

BPHTB = 5% × (Nilai Perolehan – Nilai Objek Pajak Tidak Kena Pajak/NPOPTKP)

Nilai objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) berbeda di setiap daerah dan ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat. Pastikan Wajib Pajak mengetahui nilai NPOPTKP di wilayahnya sebelum menghitung BPHTB.

BPHTB dibayarkan ke pemerintah daerah sesuai lokasi tanah atau bangunan tersebut. Jadi, jika transaksi terjadi di Jakarta, maka pajaknya harus dibayar ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sesuai aturan yang berlaku.

Membayar pajak, termasuk BPHTB, adalah kewajiban sebagai warga negara. Dengan memahami ketentuan ini, kamu bisa lebih siap dalam mengurus transaksi properti tanpa hambatan. Pastikan kamu menghitung BPHTB dengan benar agar transaksi berjalan lancar dan sesuai hukum.