10/01/2024
Source: https://www.cnbcindonesia.com/news/20240109144812-4-504147/mantan-pegawai-masih-terima-bonus-jangan-lupa-kena-pajak
Jakarta, CNBC Indonesia – Mantan pegawai pada suatu perusahaan yang masih menerima imbalan atau penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi yang diatur dalam UU Pajak Penghasilan (PPh), bonus, hingga imbalan lain yang bersifat tidak diatur harus dikenakan PPh Pasal 21.
Ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 yang merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023. Peraturan ini berlaku sejak 1 Januari 2024.
Skema pemotongan PPh Pasal 21 untuk bonus hingga imbalan lainnya terhadap mantan pegawai bukan merupakan beban pajak baru, sebab PMK 168/2023 hanya menyederhanakan proses penghitungan tarif pajaknya yang sudah ada selama ini.
“Jadi ini lebih penyederhanaan hitungnya,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti di kantornya saat media briefing, Jakarta, dikutip Selasa (9/1/2024).
Dasar pengenaan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Mantan Pegawai yaitu sebesar jumlah penghasilan bruto. Lalu, PPh Pasal 21 yang wajib dipotongnya ialah tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh dikalikan dengan jumlah penghasilan brutonya.
Pada aturan yang lama, mantan pegawai menerima bonus tarif pajaknya ialah Pasal 17 x penghasilan bruto (kumulatif), namun dengan PMK 168 menjadi hanya pasal 17 x penghasilan bruto.
Tarif pasal 17 itu ialah penghasilan setahun sampai dengan Rp 60 juta sebesar 5%, di atas Rp 60 juta sampai dengan Rp 250 juta 15%, Rp 250 juta sampai Rp 500 juta 25%, Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar 30%, dan di atas Rp 5 miliar 35%.
Berikut ini contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas jasa produksi, tantiem, dan gratifikasi yang diterima atau diperoleh mantan pegawai:
Pada tanggal 1 April 2024, Tuan O berhenti bekerja dari PT L karena telah memasuki usia pensiun. Pada tanggal 1 Oktober 2024, Tuan O menerima atau memperoleh penghasilan jasa produksi tahun 2023 dari PT L sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan jasa produksi yang diterima atau diperoleh Tuan O dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan jumlah penghasilan bruto.
Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas jasa produksi yang diterima atau diperoleh Tuan O pada bulan Oktober 2024 adalah sebesar 5% x Rp60.000.000,00 = Rp3.000.000,00.
Catatan:
1. Pada bulan Oktober 2024, PT L memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan O sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan O.
2. Tuan O wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT L dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.
3. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT L sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan O.