Kamis, 01 Oktober 2020 16.02 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201001154104-532-553274/kemenkeu-masih-kaji-dampak-pajak-mobil-0-persen-ke-ekonomi-ri

Jakarta, CNN Indonesia — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih mengkaji dampak dari usulan pajak mobil nol persen ke pertumbuhan ekonomi Indonesia. Saat ini kajian masih dilakukan dan belum ada keputusan yang bisa diumumkan ke publik.

Tak cuma masih menimbang dampak pembebasan pungutan pajak ke ekonomi, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu juga menyatakan masih menghitung dampak relaksasi pada penjualan mobil ke depan. Sebab, di tengah pandemi virus corona atau covid-19, masyarakat cenderung menahan diri untuk melakukan konsumsi seperti pembelian mobil.

“Masih dihitung, kami lihat sudut pandangnya, seberapa besar yang kami berikan, lalu seberapa besar ini bisa mendorong pembelian mobil, lalu seberapa besar dampak ke menahan koreksi pertumbuhan ekonomi,” ungkap Febrio saat sesi tanya jawab bersama awak media secara virtual, Kamis (1/10).

Febrio memperkirakan kajian ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Oleh karena itu, belum ada pengumuman kebijakan yang bisa diberikan Kemenkeu dalam waktu dekat.

“Ini kami masih terus pelajari, belum bisa umumkan. Nanti segera kalau sudah selesai kami kaji, kami umumkan tentang itu,” katanya.

Sebelumnya, usulan pembebasan pajak mobil datang dari Menteri Perindustrian Agus Gumiwang. Bahkan, ia ingin relaksasi ini bisa dilakukan segera mungkin sebelum akhir tahun ini.

Harapannya, kebijakan ini bisa memberi dampak positif bagi permintaan mobil bagi calon pembeli di tengah pandemi.

“Kalau kami beri perhatian agar daya beli masyarakat bisa terbantu dengan relaksasi pajak, maka kami terapkan,” ungkap Agus.

Wacana ini pun mendapat dukungan dari kalangan industri, seperti Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi. Sebab, bisa berdampak positif pula bagi industri.

“Dengan ini bisa berjalan harapannya penjualan mobil naik dan ekonomi berputar lagi,” tutur Nangoi.

Lebih lanjut, bila kebijakan penurunan pajak ini bisa direalisasikan, Nangoi melihat ada dua jenis relaksasi pajak yang bisa dinikmati calon pembeli. Yakni, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Bea Balik Nama (BBN).

Saat ini, tarif PPnBM sebesar 15 persen sampai 70 persen. Sementara BBN menyesuaikan kebijakan masing-masing daerah dengan rata-rata sekitar 12,5 persen dari harga mobil.

Bila wacana kebijakan ini diterapkan, ia berharap bisa turut mempengaruhi harga, sehingga masyarakat jadi lebih tertarik membeli mobil meski pandemi covid-19 belum berakhir.

“Jadi untuk pembelian mobil baru, pemerintah tidak dapat pajaknya. Tapi nanti saat masyarakat bayar pajak tahunan, ya tetap bayar seperti biasa. Dengan ini harapannya bisa berjalan penjualan mobil naik dan ekonomi berputar lagi,” pungkasnya.