Jumat, 05 November 2021 / 10:25 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211104200518-532-716829/kemenkeu-kaji-investasi-strategis-tampung-dana-tax-amnesty-jilid-ii

Denpasar, CNN Indonesia — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menggodok instrumen penempatan dana dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Program Pengampunan Pajak (tax amnesty) Jilid II. Salah satu yang dikaji adalah investasi ke industri strategis yang butuh pendanaan, seperti energi terbarukan (renewable energy).

“Instrumennya akan kita atur. Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama sudah bicara dengan stakeholder, instrumennya apa yang paling tepat dan seperti apa,” beber Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal pada Media Gathering DJP di Denpasar, Rabu (3/11).

Sebelumnya, pemerintah mengungkap tengah mengkaji instrumen Surat Berhaga Negara (SBN) untuk menampung dana tax amnesty jilid II.

Sayangnya, Yon belum dapat merincikan lebih lanjut instrumen keuangan yang bakal menjadi ‘tempat parkir’ harta yang tak diungkapkan tersebut kepada negara. Khusus instrumen SBN, ia menyebut harta tersebut minimum diinvestasikan (lock periode) selama 5 tahun.

Seperti diketahui program tax amnesty jilid II dijadwalkan akan mulai berlaku pada 1 Januari 2022-akhir Juni 2022 atau selama enam bulan.

Pemerintah sudah menetapkan tarif PPh final atas pengungkapan harta di program tax amnesty jilid II. PPh final akan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.

Tarif itu terdiri dari 6 persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan diinvestasikan untuk kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi baru terbarukan (EBT), serta surat berharga negara (SBN).

Lalu, 8 persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan tidak diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN. Selanjutnya, 6 persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dengan ketentuan bahwa akan dialihkan ke dalam wilayah Indonesia serta diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN.

Kemudian, tarif 8 persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dengan ketentuan dialihkan ke Indonesia, tetapi tak diinvestasikan ke sektor SDA, EBT, dan SBN. Kemudian, 11 persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dan tak dialihkan ke Indonesia.