12/12/2024
Source: https://www.pajak.com/pajak/kapan-pajak-minimum-global-15-persen-berlaku-di-indonesia-ini-timeline-dari-kemenkeu/
Pajak.com, Jakarta – Sebagai anggota Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Inclusive Framework, Indonesia berkomitmen mengadopsi Pilar I mengenai pajak minimum global sebesar 15 persen. Analis Pajak Internasional Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Melani Dwi Astuti memastikan bahwa pemerintah tengah menyiapkan regulasi teknis untuk mengimplementasikannya. Lantas, kapan pajak minimum global akan berlaku di Indonesia? Dalam acara ‘The 12th IFA Indonesia Annual International Tax Seminar’ yang diselenggarakan International Fiscal Association (IFA), Melani pun menjabarkan timeline pemberlakuan pajak minimum global itu.
Seperti diketahui, Organization of Economic Co-operation and Development (OECD)/G20 Inclusive Framework mengusulkan pajak minimum global dengan tarif efektif minimal sebesar 15 persen berlaku atas grup perusahaan multinasional dengan pendapatan minimal 750 juta euro per tahun. Melani menyebut, OECD telah menerbitkan GloBE Model Rules sebagai panduan bagi negara mengadopsi ketentuan Pilar II.
“Berdasarkan enam GloBE Model Rules, penerapannya tidak wajib, tetapi harus mengikuti pendekatan yang seragam. Regulasi (di Indonesia) sebagian besar kami ikuti berdasarkan model rules, contoh, dan panduan administratif. Tahun ini kami melakukan konsultasi publik, finalisasi aturan, dan pembangunan kapasitas sumber daya manusia. Regulasi (teknis) akan diterbitkan akhir tahun ini atau paling lambat Januari (2025),” ungkap Melani di Financial Hall Graha CIMB Niaga, Jakarta, dikutip Pajak.com, (11/12).
Adapun infrastruktur regulasi yang memayungi pengenaan pajak minimum global telah termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.
Melani menyebut, Indonesia akan mengimplementasikan Income Inclusion Rule (IIR) dan Qualified Domestic Minimum Top-up Tax (QDMTT) pada tahun 2025. Kemudian, dilanjutkan dengan menerapkan skema Undertaxed Payments Rule (UTPR) pada tahun 2026.
“Tahun 2027, GIR (GloBE Information Return) pertama akan diajukan bersama pelaporan pajak terkait. Pelaporan GIR pertama diwajibkan 18 bulan setelah tahun fiskal berakhir. Misalnya, penerapan 2025, berarti pelaporan dilakukan Juni 2027. Selanjutnya, tahun 2028 barulah audit pertama dapat dilakukan,” ungkap Melani.
Sebelumnya, ia menjelaskan QDMTT merupakan skema di mana yurisdiksi sumber dapat langsung mengenakan pajak atas penghasilan-penghasilan yang kurang dipajaki—sebelum yurisdiksi domisili mengenakan top-up tax terhadap penghasilan tersebut.
Sedangkan IRR adalah ketentuan yang mengharuskan induk dari suatu grup multinasional entreprise (MNE) atau bagian dari grup MNE untuk membayar pajak tambahan (top-up) atas anak usahanya yang dikenakan pajak efektif kurang dari 15 persen. Sementara UPTR merupakan ketentuan yang berlaku dalam hal ketentuan IIR tidak dapat diterapkan karena parent entity berada di low-tax jurisdiction atau tidak menerapkan IIR dalam ketentuan domestiknya.
Pemerintah Indonesia meyakini pengenaan pajak minimum global dapat memberi dampak positif bagi negara, meskipun proyeksinya terus dilakukan kajian secara mendalam.
Dari sisi Wajib Pajak, Melani menyebut, kurang dari 10 penerima tax holiday yang terdampak dari pengenaan pajak minimum global. Bagi yang telah memperoleh laba pun, pemerintah akan memberikan insentif domestik lain—sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2024.
“Hanya ada sedikit perusahaan penerima tax holiday yang terdampak, kurang dari 10. Ini karena hanya sedikit Wajib Pajak penerima tax holiday yang sudah merealisasikan penanaman modal dan memperoleh laba,” ungkap Melani.
Pada kesempatan yang sama, IFA Indonesia Chairman (Ketua IFA Indonesia) Ichwan Sukardi juga mengungkapkan bahwa seluruh pemangku kepentingan tengah menunggu terbitnya regulasi teknis pengenaan pajak minimum global.
“Teknis pelaksanaan pajak minimum global ini penting, karena menyangkut hak pemajakan dan pembagiannya. Jadi, kami mendorong untuk segera diterbitkan oleh pemerintah. Karena jelas bahwa Indonesia harus ikut (menerapkan pajak minimum global). Karena meskipun kita belum menjadi anggota OECD, tapi kita bagian dari satu negara G20 dan Indonesia members of Inclusive Framework on BEPS,” ujar Ichwan.