Selasa, 06 Juli 2021 / 07:30 WIB
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210705153723-532-663431/insentif-pph-umkm-dicabut-djp-ungkap-alasannya
Jakarta, CNN Indonesia — Pemerintah akan mencabut insentif pajak penghasilan (PPh) final bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan omzet kurang dari Rp50 miliar. Rencana ini terealisasi jika Rancangan Undang-undang soal Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) disahkan.
Diketahui, ketentuan mengenai insentif PPh final UMKM tertuang dalam Pasal 31E UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh).
Klausul tersebut memberikan insentif kepada wajib pajak (WP) badan dalam negeri dengan pendapatan bruto maksimal Rp50 miliar setahun berupa pengurangan tarif sebesar 50 persen dari tarif normal.
Dengan ketentuan itu, tarif PPh badan sebesar 22 persen didiskon menjadi 11 persen bagi UMKM dengan penghasilan kurang dari Rp50 miliar. Kemudian, pada 2022, saat PPh badan turun menjadi 20 persen, maka UMKM hanya perlu membayar 10 persen.
Namun, RUU KUP yang tengah dibahas pemerintah bersama dengan DPR berpotensi menghapus insentif PPh UMKM tersebut.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo membenarkan pemerintah akan mencabut insentif PPh final bagi UMKM beromzet kurang dari Rp50 miliar itu. “Penyesuaian memang betul dalam Pasal 31E,” ungkapnya dalam rapat bersama Panja Komisi XI DPR, seperti dilansir Antara, Senin (5/7).
Alasannya, sambung dia, insentif diberikan saat penerapan tarif tunggal PPh badan sebesar 28 persen. Sedangkan pada 2022, tarif PPh badan akan turun menjadi 20 persen. “Sehingga, pengaturan tersebut tidak relevan lagi,” jelasnya.
Alasan lainnya, sudah ada implementasi tarif PPh final UMKM dengan omzet sampai Rp4,8 miliar sebesar 0,5 persen. Kemudian, alasan berikutnya ada kebutuhan untuk menyederhanakan struktur tarif PPh badan demi mewujudkan keadilan.
Suryo melanjutkan dalam pengaturan Pasal 31E UU PPh saat ini, WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50 miliar mendapatkan fasilitas pengurangan tarif 50 persen.
Namun, pengurangan tersebut dari tarif Pasal 17 atas bagian Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar. “Karena itu, kami usulkan ketentuan pasal itu agar dihapuskan,” tandasnya.