Minggu, 10 April 2022 / 22:57 WIB

https://nasional.kontan.co.id/news/ini-yang-bikin-tax-holiday-dan-tax-allowance-minim-peminat?page=2

KONTAN.CO.ID –  JAKARTA. Pemerintah akan melakukan evaluasi pemberian insentif pajak atau fasilitas perpajakan yaitu, tax holiday dan tax allowance. Monitoring tersebut antara lain untuk memastikan bahwa kebijakannya dapat berjalan dengan baik, tidak menemui hambatan yang signifikan, dan dapat memenuhi objektifnya.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono mengungkapkan, jika dilihat fasilitas pajaknya, secara umum perusahaan akan tertarik dengan fasilitas tersebut.

Akan tetapi, jika mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130/2020, calon investor akan berpikir lagi karena persyaratannya cukup banyak dan sedikit memberatkan.

Adapun persyaratan dalam PMK tersebut misalnya, wajib pajak badan yang dapat memperoleh fasilitas tax holiday harus melakukan penanaman modal baru yang belum pernah diterbitkan keputusan pemberian atau penolakan tax holiday.

Kemudian, belum pernah mendapatkan fasilitas tax allowance, belum pernah mendapatkan fasilitas investment allowance, dan belum pernah mendapatkan fasilitas PPh pada kawasan ekonomi khusus (KEK).

Kriteria lainnya yang juga harus dipenuhi wajib pajak badan untuk memperoleh tax holiday adalah harus merupakan industri pionir, harus berstatus badan hukum Indonesia, harus memiliki nilai rencana penanaman modal baru paling sedikit Rp 100 miliar, dan harus memenuhi ketentuan besaran perbandingan utang dan modal yang diatur dalam PMK No. 169/2015.

Sehingga, Prianto menganggap evaluasi kebijakan pemberian fasilitas tax holiday dan/atau tax allowance, menjadi hal normal juga agar kebijakan pemerintah bersifat fleksibel sesuai dengan kondisi perekonomian.

“Ditambah lagi, nantinya wajib pajak harus diperiksa dulu oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk membuktikan kesesuaian antara permohonan dengan realisasi. Pertimbangan pragmatis Wajib Pajak adalah dari pada nantinya saya diperiksa karena ajukan permohonan fasilitas, mendingan saya gak usah ajukan saja,” jelas Prianto kepada Kontan.co.di, Minggu (4/5).

Sebab, lanjut Prianto, pemeriksaan Pajak  sering kali menjadi momok bagi Wajib Pajak karena kasus-kasus yang sering muncul berupa Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) lebih bayar malah menjadi kurang bayar dengan jumlah yang signifikan.

Selain itu, menurutnya dari sisi pemerintah, pemeriksaan lapangan juga menjadi satu-satunya cara untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak terkait dengan kesesuaian antara permohonan dengan realisasi.

“Akan tetapi, perilaku oknum pemeriksa kadangkala membuat Wajib Pajak mati gaya untuk menyediakan dokumen pendukung atau malah Wajin Pajak disuruh membuktikan asumsi yang digunakan pemeriksa,” ujar Prianto.

Prianto bilang, sering kali, investor yang melakukan penanaman modal baru juga belum siap dengan kelengkapan dokumen pendukung sesuai kriteria yang dibutuhkan pemeriksa pajak.

Adapun, sebelumnya Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan, realisasi insentif pajak untuk investor tidak terlalu besar dari rata-rata jumlah belanja perpajakan yang sebesar Rp 250 triliun per tahunnya.

Prianto mengatakan, kondisi pandemi yang berdampak pada sebagian sektor usaha juga menjadi salah satu faktor mengapa dunia usaha tidak memanfaatkan fasilitas tax holiday dan/atau tax allowance.

“Alih-alih akan melakukan penanaman modal baru, mereka harus berjuang untuk tetap bertahan dari badai Covid-19,” katanya.

Fleksibilitas menjadi salah satu prinsip penerapan suatu kebijakan. Tujuannya adalah agar kebijakan pemerintah bersifat adaptif. Jadi, pemerintah perlu menurunkan persyaratan nilai investasi bagi industri pionir agar investor lebih banyak tertarik mendapatkan fasilitas perpajakan tersebut.