Senin, 23 April 2018 / 05.48 WIB

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/04/23/054855126/ini-ciri-wajib-pajak-yang-jadi-sasaran-pemeriksaan-ditjen-pajak

MATARAM, KOMPAS.com – Pada umumnya, ada dua alasan mengapa wajib pajak (WP) jadi sasaran pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak ( Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan memiliki.

“Berdasarkan UU, pemeriksaan pajak ada dua sebab, yakni otomatis diperiksa bagi yang (mengajukan) restitusi dan pemeriksaan berbasis analisis risiko. Risiko apa? Risiko ketidakpatuhan,” kata Kasubdit Perencanaan Pemeriksaan DJP Tunjung Nugroho dalam Media Gathering DJP 2018 di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis (19/4/2018) lalu.

Para WP yang mengajukan restitusi akan menjalani tahapan pemeriksaan oleh pemeriksa pajak untuk memastikan kepatuhan mereka dalam menjalankan kewajibannya.

Sementara terhadap WP yang didapati ada indikasi ketidakpatuhan, ditindaklanjuti dengan proses pengumpulan data terlebih dahulu.

Tunjung menjelaskan, data yang disasar oleh petugas pemeriksa pajak adalah profil ekonomi dan profil perpajakan WP yang bersangkutan.

Khusus untuk profil ekonomi, baik untuk WP individu maupun perusahaan, dibutuhkan data yang lengkap dari pihak ketiga seperti perbankan dan instansi terkait lain.

Perihal data tersebut, sejalan dengan upaya DJP dala memaksimalkan basis data mereka. Salah satu yang ditempuh adalah terlibat dalam pertukaran data internasional untuk kepentingan perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI).

Tunjung menyebut, semakin lengkap basis data, pemeriksa pajak akan makin mudah dalam menjalankan tugasnya.

Usai menghimpun data, petugas menganalisa dan mendalami modus yang mungkin digunakan oleh WP diduga tidak patuh.

Menurut Tunjung, modus yang biasanya ditemui pemeriksa pajak adalah WP tidak mencatat pembeliannya sehingga omzet yang dilaporkan tidak seperti yang seharusnya, menggelapkan omzet, rekayasa keterangan biaya, hingga praktik transfer pricing.

Transfer pricing merupakan upaya meminimalkan pembayaran pajak dengan memanfaatkan celah peraturan yang ada, seperti memindahkan keuntungan ke luar negeri dengan tarif pajak yang jauh lebih rendah.

Setelah pemeriksa tahu apa saja modusnya, hal berikut adalah pertimbangan WP mana yang disasar untuk diperiksa.

Pertimbangan itu diperlukan agar dalam pemeriksaan sekaligus ada potensi penerimaan pajak.

Petugas akan memprioritaskan pemeriksaan pajak terhadap WP yang terindikasi tidak patuh, jumlah pajak yang disembunyikan besar, serta kemungkinan besar pajak dibayar setelah diperiksa.

“Buat apa kami periksa tapi tidak dibayar dalam jangka pendek, atau tidak ada kemauan membayar. Mungkin itu tidak prioritas dulu, karena resources kami terbatas,” tutur Tunjung.

Rencana ke depan

Saat ini, DJP sedang mematangkan langkah revitalisasi pemeriksaan pajak dengan membuat prosesnya jadi lebih efisien.

Nantinya, akan ada yang namanya Komite Perencanaan Pemeriksaan dan Komite Pengendalian Mutu Pemeriksaan.

“Komite ini akan ada di tingkat pusat maupun kantor wilayah (kanwil). Intinya, tugas pemeriksa pajak akan lebih fokus karena sudah ada proses identifikasi yang menyeluruh sebelum memeriksa WP,” ujar Tunjung.

Kerja para pemeriksa pajak pun bisa dialihkan untuk hal lain. Selama ini mereka banyak menangani pemeriksaan WP untuk restitusi PPN (Pajak Pertambahan Nilai).

Dengan kebijakan baru tentang percepatan restitusi, WP yang berisiko rendah tidak akan diperiksa di depan seperti yang dilakukan sebelumnya.

Jumlah petugas pemeriksa pajak saat ini kurang lebih 6.000 personel. Untuk tahun ini, DJP menargetkan merekrut 700 petugas yang akan ditempatkan sebagai pemeriksa pajak.