14 Jul 2022, 19:20 WIB

https://www.liputan6.com/bisnis/read/5014203/indonesia-minta-aturan-perpajakan-internasional-ramah-terhadap-negara-berkembang

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerapan aturan perpajakan internasional harus bisa ramah terhadap negara-negara berkembang. Alasannya mereka banyak mengalami hambatan dalam mengimplementasikan standar perpajakan internasional.

Kondisi ini berbeda dari negara maju yang lebih mudah dalam penerapannya. Ini terjadi karena terdapat hambatan dari struktur perekonomian seperti finansial, masalah teknis dan keterbatasan data.

“Diperkirakan negara-negara berkembang mengalami pengurangan revenue yang lebih besar dalam cross border tax evasion,” kata Sri Mulyani dalam G20 Ministerial Tax Simposium di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, Kamis (14/7).

Itu sebabnya, Sri Mulyani menyebut perlu mendengar dan mempertimbangkan suara dari negara berkembang. Terutama, partisipasi mereka harus sepenuhnya terintegrasi dengan proses pengambilan keputusan.

“Sehingga mereka bisa memiliki pengaruh secara langsung dalam membentuk peraturan perpajakan internasional untuk mengatasi based erotion profit shifting dan memastikan playing field yang setara,” katanya.

Standar perpajakan internasional juga harus menjadi solusi global untuk berbagi tantangan. Untuk menjadi solusi atas fungsi terbaik, itu harus bekerja di berbagai pengaturan.

Maka, penting untuk membangun konsensus tentang standar melalui pendekatan inklusif, mempertimbangkan kapasitas serta kebutuhan dari negara berkembang dan negara yang paling terkendala. Instrumen dan konvensi harus dapat diterapkan baik di negara maju maupun negara berkembang.

“Ini adalah pekerjaan kita untuk memastikan bahwa kemajuan yang dicapai dalam pertukaran informasi dan pemberantasan based erosion profit shifting adalah untuk kepentingan semua anggota. Tidak boleh ada negara yang tertinggal,” kata dia.

Dia melanjutkan perkembangan dunia saat ini menjadi lebih kompleks dari sebelumnya. Antar negara saat ini saling terkoneksi dan berubah sangat cepat.

Alhasil model bisnis, perkembangan teknologi dan kebiasaan konsumen juga berubah. Sehingga model perpajakan internasional juga perlu dimodifikasi menyesuaikan dengan zaman.

Perubahan membutuhkan kesepakatan global untuk bisa bekerja sepenuhnya. Ini termasuk tindakan bersama dalam menjaga keadilan dan keadilan dari sistem itu sendiri.

“Tanpa konsensus solusi di tingkat global, terdapat risiko dispute perpajakan dan perdagangan, mengurangi kepastian perpajakan dan investasi,” tuturnya.

Pada 2021, OECD mendapatkan mandat dari Presidensi Italia untuk menyiapkan laporan perkembangan negara-negara berkembang, terkait pengembangan kerangka kerja inklusif. Laporan itu menunjukkan ketika ada perkembangan yang baik, tantangan yang tetap ada, terutama sebagian besar untuk kendala kapasitas negara berkembang.

“Oleh karena itu, kita harus meningkatkan usaha kita untuk memastikan partisipasi yang memadai dan berarti dari negara berkembang dalam desain dan implementasi perpajakan internasional,” tuturnya.