Kamis, 28 Oktober 2021 / 17:59 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211028120042-78-713543/rasio-kredit-macet-bank-digital-diklaim-lebih-baik-dari-bank-umum

Bali, CNN Indonesia — Peneliti Senior Sekaligus Ekonom di Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hotradero mengklaim performa bank digital lebih baik dibandingkan industri bank umum.

Ia mencontohkan salah satu kinerja Kakao Bank, bank digital asal Korea Selatan. Rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) Kakao Bank hanya 0,26 persen pada Desember 2020. Sementara, NPL di industri mencapai 1,78 persen pada akhir tahun lalu.

“Bank digital tahu ke mana harus berikan kredit, bank tidak tahu. Jadinya, ada NPL. Ekstrem bedanya,” ujar Poltak dalam Jago Bootcamp di Bali, Kamis (28/10).

Selain itu, pertumbuhan simpanan Kakao Bank mencapai 13,65 persen pada Desember 2020. Jumlahnya lebih tinggi dari industri perbankan yang hanya tumbuh 11,98 persen.

Kemudian, pendapatan biaya Kakao Bank naik hingga 30,16 persen, sedangkan industri hanya 28,02 persen.

Poltak menyebut bank digital akan lebih mudah mendapatkan nasabah. Pasalnya, masyarakat tidak perlu lagi mengantre di cabang.

“Kakao bank punya nasabah 5 juta setelah lima hari dibuka, bank konvensional 5 juta butuh berbulan-bulan, sekarang Kakao Bank sudah 13 juta nasabah,” jelas Poltak.

Selain Kakao Bank, ada pula Monese, Monzo, Revolut, dan Starling Bank yang merupakan bank digital asal Inggris.

Kemudian, ada bank digital asal Amerika Serikat (AS), yakni Stash dan Money Lion. Stash tercatat punya nasabah sebanyak 5 juta dan Money Lion 6 juta.

Sementara, beberapa bank digital di Indonesia, antara lain Bank Jago, Digibank, Wokee, dan Blu.

Menurut Poltak, digitalisasi adalah keniscayaan bagi perbankan di dunia, termasuk di Indonesia. Dengan digitalisasi, maka perbankan dapat menekan biaya operasional dan menjangkau segmen pasar baru.

“Platform digital lebih memudahkan sinergi dengan layanan keuangan digital lain, misalnya produk investasi pasar modal dan asuransi. Kedua layanan ini intensif menggunakan data,” papar Poltak.

Perbankan konvensional, kata Poltak, akan bertransformasi menuju platform digital demi efisiensi. Pada saat bersamaan, Poltak memproyeksi ada fenomena bank digital baru yang berasal dari perusahaan teknologi.

“Akan ada segmen pasar baru yang belum tergarap sebelumnya dan hanya bisa terlayani oleh arsitektur digital,” pungkas Poltak.