Jumat, 27 November 2020 / 08.28 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201126134055-78-574833/ojk-beberkan-penyebab-kredit-masih-negatif-saat-corona

Jakarta, CNN Indonesia — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan penyebab penyaluran kredit baik perbankan maupun perusahaan pembiayaan mengalami kontraksi di tengah pandemi covid-19.

Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan kinerja kredit perbankan minus 0,47 persen (yoy) menjadi Rp130,92 triliun pada Oktober 2020.

“Tingginya pelunasan kredit dan hapus buku oleh perbankan untuk memitigasi risiko kredit menyebabkan pertumbuhan kredit terkontraksi 0,47 persen (yoy),” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (26/11).

Selain itu, faktor penurunan permintaan utamanya kredit modal kerja masih menjadi pemicu lesunya kinerja penyaluran kredit perbankan. Ini disebabkan permintaan dari sektor usaha masih tertekan akibat pandemi covid-19.

Anto menuturkan OJK akan mendorong intermediasi perbankan pada beberapa sektor usaha yang mulai kembali pulih guna mendorong kredit. Meliputi, sektor asuransi dan dana pensiun, jasa penunjang perantara keuangan, industri kimia, farmasi dan obat tradisional, administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib serta sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang.

“OJK siap mengeluarkan kebijakan stimulus lanjutan secara terukur dan tepat waktu untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional,” katanya.

Serupa, piutang perusahaan pembiayaan juga terkontraksi sebesar 15,7 persen (yoy). Kondisi ini juga disebabkan permintaan, khususnya pembiayaan sepeda motor masih melempem.

“Belum pulihnya pasar kendaraan bermotor yang merupakan sektor ekonomi dengan kontribusi terbesar dalam pembiayaan,” tuturnya.

Sementara, industri asuransi tercatat menghimpun tambahan premi sebesar Rp26,6 triliun. Terdiri dari premi asuransi jiwa senilai Rp18,1 triliun dan asuransi umum serta reasuransi Rp8,5 triliun. Di sisi lain, fintech P2P lending mencatatkan outstanding pembiayaan sebesar Rp13,24 triliun atau tumbuh sebesar 18,4 persen (yoy) pada Oktober 2020.