01/04/2024
Source: https://www.pajak.com/pajak/mengenal-tobin-tax-definisi-tujuan-dan-tantangan-penerapannya/
Pajak.com, Jakarta – Di tengah arus globalisasi ekonomi yang semakin tidak terbatas, muncul berbagai instrumen kebijakan untuk mengatur dinamika pasar keuangan internasional. Salah satu instrumen yang menarik perhatian adalah Tobin Tax, sebuah konsep pajak yang unik dan kontroversial. Pajak.com akan menggali lebih dalam tentang definisi, tujuan, tantangan penerapan Tobin Tax, serta implikasinya terhadap ekonomi global saat ini.
Tobin Tax adalah pajak yang dikenakan pada transaksi mata uang asing dan derivatifnya, yang melibatkan pertukaran mata uang antarnegara yang berbeda. Konsep ini pertama kali diusulkan oleh James Tobin, seorang ekonom Amerika Serikat dan penerima Nobel Ekonomi, pada tahun 1972 sebagai tanggapan terhadap krisis mata uang saat itu.
Dengan menerapkan pajak kecil pada transaksi valuta asing, diharapkan dapat mengurangi insentif untuk spekulasi yang berlebihan, yang sering kali mengakibatkan fluktuasi nilai tukar yang tajam dan tak terduga. Fungsi utama dari Tobin Tax adalah untuk memperlambat pergerakan hot money, yaitu modal yang berpindah dengan cepat dalam jumlah besar untuk keuntungan jangka pendek, memberikan kesempatan bagi kebijakan moneter yang lebih stabil dan mandiri.
Tujuan dari pajak ini adalah untuk mengendalikan arus modal spekulatif yang dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi, khususnya di negara-negara berkembang. Lebih dari itu, Tobin Tax bertujuan untuk mengurangi fluktuasi nilai tukar dengan menerapkan pajak pada semua transaksi spot yang melibatkan konversi mata uang. Ini diharapkan dapat menekan spekulasi dan mengarah pada stabilitas nilai tukar yang lebih besar.
Menurut IMF, pajak ini dapat mengurangi gangguan pasar dan memungkinkan pedagang untuk menyesuaikan dengan perubahan ekonomi dan kebijakan, sehingga lebih efektif daripada kontrol modal. Dengan koordinasi kebijakan makroekonomi internasional, Tobin Tax dapat meningkatkan efisiensi pasar dan stabilitas keuangan global.
Namun, sebagai alat pengurangan spekulasi saja, Tobin Tax mungkin tidak efektif dan dapat mengganggu pasar keuangan. IMF menyarankan sistem pajak dua tingkat, dengan tarif rendah untuk transaksi normal dan biaya tambahan untuk transaksi spekulatif. Ini akan memungkinkan nilai tukar berfluktuasi dalam batas tertentu, dengan pajak tambahan dikenakan jika nilai tukar melebihi batas tersebut, menjaga stabilitas tanpa intervensi bank sentral atau penggunaan cadangan internasional.
IMF menunjukkan ada empat tantangan utama yang membatasi efektivitas Tobin Tax. Pertama, menetapkan basis pajak alias siapa yang akan membayar pajak ini. Tobin Tax dirancang untuk dikenakan pada seluruh transaksi keuangan internasional tanpa pengecualian, melibatkan berbagai entitas mulai dari bank, pemerintah, organisasi internasional, perusahaan, hingga individu.
Akan tetapi, terdapat pertimbangan bahwa transaksi tertentu yang berkontribusi pada stabilitas pasar, seperti aktivitas pembuat pasar, mungkin tidak perlu dikenakan pajak. Lalu, ini menimbulkan dilema: Tobin Tax tidak dapat membedakan antara transaksi yang konstruktif dan yang spekulatif.
Penerapan pajak yang menyeluruh dapat mengganggu mekanisme pasar, sedangkan pengecualian tertentu dapat membuka celah untuk penghindaran pajak. Situasi ini menantang dan memerlukan solusi yang tidak hanya efektif tetapi juga praktis dalam penerapannya.
Kedua, mengidentifikasi transaksi yang dikenakan pajak. Tobin Tax yang terbatas hanya pada transaksi mata uang langsung mungkin tidak akan mencukupi, mengingat kemungkinan pelaku pasar mengelak dari pajak melalui perdagangan derivatif keuangan. Pasar telah mengembangkan alternatif yang tidak terkena pajak, termasuk instrumen jangka pendek baru dan dana pasar valuta asing.
Instrumen derivatif keuangan, seperti kontrak berjangka, futures, dan swap, dapat mengonversi perdagangan jangka panjang menjadi jangka pendek, yang memiliki dampak signifikan terhadap pasar spot. Transaksi semacam itu telah menjadi substansial dan vital dalam pasar valuta asing.
IMF menyoroti bahwa perluasan pajak untuk mencakup derivatif menghadapi kendala karena ukuran transaksi derivatif tidak selalu mencerminkan nilai transaksi asli. Akibatnya, Tobin Tax mungkin tidak efektif dan berpotensi merusak pasar derivatif, yang merupakan instrumen penting dalam manajemen risiko nilai tukar.
Kehilangan pasar ini dapat mengganggu stabilitas pasar valuta asing. Sebagai solusi, IMF mengusulkan penerapan tarif pajak yang lebih rendah pada derivatif, namun pendekatan ini dapat menimbulkan kompleksitas dan ketidakadilan dalam sistem perpajakan.
Ketiga, menetapkan tarif pajak. Tobin Tax idealnya memerlukan struktur tarif yang adaptif, dengan tarif yang sangat rendah atau nol ketika nilai tukar mata uang stabil, dan meningkat sejalan dengan tingkat penyimpangan dari nilai tukar yang seimbang.
Namun, rekomendasi Tobin adalah untuk tarif pajak yang seragam, tanpa mempertimbangkan kondisi pasar yang berfluktuasi. Tarif yang terlalu rendah, seperti 1 persen, tidak akan cukup efektif untuk menghalangi investor yang mengantisipasi fluktuasi nilai tukar yang signifikan dalam jangka pendek.
Sebaliknya, tarif yang terlalu tinggi dapat menghambat transaksi keuangan yang sah dan mengurangi efisiensi pasar. Oleh karena itu, penentuan tarif pajak yang tepat menjadi krusial untuk memastikan bahwa pajak ini dapat berfungsi sebagai mekanisme pengendalian yang efektif tanpa mengganggu operasi pasar keuangan yang normal.
Keempat, mendistribusikan pendapatan pajak. Tobin Tax berpotensi menghasilkan pendapatan yang signifikan mengingat skala besar pasar valuta asing global. Sebagai ilustrasi, tarif pajak sebesar 1 persen atas seluruh transaksi dapat menghasilkan pendapatan kira-kira 13 miliar dollar AS setiap hari.
Akan tetapi, proyeksi ini mungkin berlebihan karena tidak mempertimbangkan bagaimana pajak akan memengaruhi perilaku pelaku pasar. Sekalipun pasar mengalami kontraksi sebesar 99 persen akibat penerapan pajak, pendapatan yang dihasilkan masih dapat mencapai 32 miliar dollar AS per tahun.
Salah satu tantangan utama adalah menentukan penerima manfaat dari pendapatan pajak ini. Meskipun Profesor Tobin menyarankan agar Bank Dunia atau IMF bertindak sebagai pengatur, belum tentu kedua institusi tersebut yang akan menerima pendapatan.
Apabila pendapatan dikembalikan ke negara asal, maka negara dengan pusat keuangan utama akan mendapat keuntungan yang tidak proporsional, sehingga menimbulkan ketidakadilan. Sebagai alternatif, pembagian pendapatan berdasarkan ukuran negara yang tergabung di sIMF juga dapat menimbulkan ketidakadilan.
Konsep Tobin mengenai penggunaan pendapatan pajak adalah untuk mendanai inisiatif yang menguntungkan umum, seperti penelitian kesehatan atau perlindungan lingkungan. Namun, besarnya potensi pendapatan pajak dapat menimbulkan perbedaan pendapat antarnegara.
Selain itu, penyerahan pendapatan pajak kepada organisasi internasional dapat menimbulkan komplikasi politik. Oleh karena itu, meskipun Tobin Tax memiliki potensi manfaat, masih terdapat berbagai masalah yang perlu diatasi sebelum implementasinya.
Negara apa saja yang pernah menerapkan Tobin Tax?
Beberapa negara telah mengadopsi pajak yang mirip dengan konsep Tobin Tax, yang bertujuan untuk mengurangi volatilitas nilai tukar dan membatasi aliran modal spekulatif jangka pendek. Berikut adalah contoh implementasinya:
– Spanyol: Mengesahkan Tobin Tax dengan tarif pajak tidak langsung sebesar 0,2 persen yang dikenakan pada transaksi akuisisi saham oleh perusahaan-perusahaan Spanyol.
– Swedia: Awalnya menerapkan pajak sebesar 0,5 persen pada semua transaksi keuangan, yang kemudian ditingkatkan menjadi 1 persen.
– United Kingdom: Menerapkan Stamp Duty Reserve Tax dengan tarif pajak sebesar 0,5 persen.
– Indonesia: Pada tahun 2018, Pemerintah Indonesia sempat mempertimbangkan penerapan Tobin Tax dan reverse Tobin Tax. Hal ini dipicu oleh kerentanan Indonesia, sebagai negara berkembang, terhadap arus modal jangka pendek yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi nasional. Kondisi ini diperparah oleh penurunan nilai mata uang global terhadap dollar AS, termasuk rupiah. Pajak Tobin, yang ditujukan untuk transaksi jual-beli valuta asing, bisa diimplementasikan dengan mengambil contoh dari kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) final untuk transaksi saham. Namun, hingga kini, Indonesia tercatat belum pernah mengadopsi Tobin Tax.