Rabu, 29 Desember 2021 / 05:20 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211228123905-92-739521/china-perketat-aturan-ipo-di-luar-negeri

Jakarta, CNN Indonesia — China perketat aturan bagi perusahaan lokal yang ingin melakukan penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) di luar negeri. Namun, aturan tersebut tidak akan sepenuhnya melarang perusahaan listing di luar negeri.

Regulator sekuritas mengusulkan setiap perusahaan yang ingin go public di luar negeri harus mendaftar ke agensi terlebih dahulu dan telah memenuhi serangkaian persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah.

“Perusahaan dalam negeri yang menerbitkan dan mencatatkan saham di luar negeri harus secara ketat mematuhi undang-undang, peraturan, dan ketentuan terkait keamanan nasional seperti investasi asing, keamanan siber, dan keamanan data, dan dengan sungguh-sungguh memenuhi kewajiban perlindungan keamanan nasional,” kata Komisi Pengaturan Sekuritas China dalam sebuah proposal seperti dikutip dari CNN Business, Selasa (28/12).

Dalam proposal tersebut dijelaskan, perusahaan dapat diblokir dari IPO asing jika pemerintah menganggapnya sebagai ancaman bagi keamanan nasional.

Selain itu, perusahaan diminta melepaskan beberapa aset untuk menghilangkan atau menghindari dampak penerbitan dan pencatatan di luar negeri pada keamanan nasional.

Rancangan aturan tersebut muncul setelah berminggu-minggu spekulasi tentang kapan dan bagaimana Beijing akan memperketat pengawasannya terhadap IPO.

Di sisi lain, Washington juga telah memberlakukan aturan audit yang dapat memengaruhi perusahaan-perusahaan China yang ingin IPO di Amerika Serikat (AS). Hal tersebut dinilai akan menambah ketegangan antara AS dan China.

Sebelumnya, Financial Times melaporkan China akan sangat membatasi kemampuan perusahaan yang menggunakan struktur entitas bunga variabel atau VIE, untuk mengumpulkan uang dari luar negeri.

Pasalnya, VIE memungkinkan investor internasional untuk mengakses saham perusahaan China di AS.

Perusahaan seperti raksasa ride-hailing China Didi, Alibaba (BABA), Pinduoduo (PDD), dan JD.com (JD) semuanya mendapat manfaat dari sistem tersebut.

Meski demikian, juru bicara regulator menampik hal tersebut. Ia mengatakan dalam pernyataan yang dipublikasikan pada Jumat (24/12) lalu, perusahaan yang menggunakan struktur tersebut masih akan diizinkan untuk mendaftar di luar negeri, selama mereka mematuhi peraturan pemerintah dan mendaftar ke regulator.

Bahkan, jika Beijing tidak menutup pintu untuk listing di luar negeri sepenuhnya, pemerintah telah mengambil beberapa langkah.

Langkah tersebut dimaksudkan untuk mencegah perusahaan-perusahaan China berdagang di pasar luar negeri, yang dikhawatirkan negara itu dapat menimbulkan risiko bagi keamanan nasional.

Didi menjadi ‘korban’ dari tindakan keras teknologi Beijing awal tahun ini. Pemerintah melarang perusahaan transportasi online tersebut di toko aplikasi hanya beberapa hari setelah IPO di Bursa Efek New York.

Pihak berwenang pada saat itu menuduh Didi melanggar undang-undang privasi dan menimbulkan risiko keamanan siber. Tindakan mereka juga secara luas dilihat sebagai hukuman atas keputusan perusahaan untuk go public di luar negeri.

Dalam beberapa minggu setelah IPO, Beijing mengusulkan agar perusahaan dengan data lebih dari 1 juta pengguna meminta persetujuan sebelum listing di luar negeri.

Tekanan tidak hanya datang dari Beijing. Awal bulan ini, Komisi Sekuritas dan Bursa AS menetapkan aturan yang memungkinkan untuk menghapus perusahaan asing yang menolak membuka pembukuan mereka kepada regulator AS.

China sendiri telah bertahun-tahun menolak audit AS terhadap perusahaannya dengan alasan masalah keamanan nasional.

Ketidakpastian tersebut tampaknya membebani beberapa perusahaan. Awal bulan ini, Didi mengumumkan “segera” memulai proses delisting dari New York Stock Exchange dan beralih ke Hong Kong.