Jumat, 08 Apr 2022 15:42 WIB

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6023146/apakah-thr-kena-pajak

Jakarta – Pada hari raya tertentu, semisal Lebaran, Pemerintah mewajibkan pengusaha membayar tunjangan hari raya (THR) kepada para karyawannya. Meski demikian masih banyak pekerja yang bertanya-tanya apakah THR kena pajak?
Jawabannya adalah iya. THR yang diberikan perusahaan terhadap karyawan dapat dikenakan pajak.

Hal itu sudah tertera dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2006 Tahun 2006 tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-545/PK/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.

Adapun, pengenaan pajak terhadap THR dikarenakan tunjangan masuk dalam kategori tidak teratur. Sebab dapatnya hanya satu kali dalam setahun.

Pembayaran pajak THR pun menjadi tanggung jawab masing-masing pegawai sebagai penerima penghasilan tidak teratur tadi. Namun, dalam praktiknya tidak menutup kemungkinan ada juga perusahaan yang membayar kewajiban pajak penghasilan tersebut dan hal itu diperbolehkan.

Lantas berapa besar pajak yang harus dibayarkan?
Berdasarkan aturan yang berlaku, pengenaan pajak THR berlaku bagi pegawai yang berpenghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang sebesar Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54.000.000 per tahun.

Jika penghasilan melebihi batas ketentuan tidak kena pajak, maka akan terkena pajak penghasilan (PPH) Pasal 21/26. Penghasilan yang terpotong pajak ini berlaku bagi penghasilan teratur seperti gaji, maupun tidak teratur seperti THR dan bonus.

Adapun, total penghasilan netto bagi pegawai yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp 500.000 sebulan dan Rp 6.000.000 setahun.

Lalu, dikurangi iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu.

Lalu, ada tambahan Rp 375.000 sebulan atau Rp 4,5 juta per tahun bagi wajib pajak status kawin, dan tambahan Rp 375.000 per bulan atau Rp 4,5 juta per tahun untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam satu garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang setiap keluarga.

Berikut simulasinya:
detikcom mencoba melakukan simulasi pada pegawai yang belum menikah. Sebut saja Andi yang bekerja di PT ABCD dengan gaji sebulan Rp 5.000.000 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 80.000/bulan. Andi mendapat bonus atau THR sebesar sebulan gaji yaitu Rp 5.000.000.

Jika ingin mengetahui besaran pajak THR yang harus dibayar Andi harus menghitung terlebih dahulu total penghasilan bruto, penghasilan neto dan total penghasilan yang dikenakan pajak PPh 21.

Jika gaji Andi Rp 5.000.000 per bulan, maka setahun Rp 60 juta, ditambah dengan THR Rp 5.000.000 total penghasilan brutonya menjadi Rp 65 juta dalam setahun.

Penghasilan bruto akan dikurangi biaya pengurangan seperti biaya jabatan sebesar 5%, serta biaya iuran pensiun yang dikalikan selama satu tahun. Dari situ, maka akan diperoleh penghasilan neto sebesar Rp 60.790.000.

Penghasilan neto ini akan dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang sebesar Rp 54.000.000 per tahun. Sehingga didapat Rp 6.790.000.

Terakhir, besaran tersebut harus dikalikan PPh Pasal 21 sebesar 5%. Hasilnya Rp 339.500

Nah untuk mengetahui berapa pajak THR yang harus dibayarkan juga harus menghitung pajak PPh Pasal 21 untuk gaji atau penghasilan selama setahun dengan rumus yang sama. Jika penghasilan netto Rp 60.000.000 setahun dengan biaya pengurangan yang sama maka PPh Pasal 21 nya sebesar Rp 102.000.

Dengan begitu, pajak THR yang harus dibayar Andi adalah sebesar Rp 237.500 yang berasal dari PPh Pasal 21 untuk gaji dan THR sebesar Rp 339.500 dikurangi dengan PPh Pasal 21 untuk gaji saja sebesar Rp 102.000.

Dengan begitu, maka THR yang diterima Andi adalah Rp 5.000.000 dipotong pajak Rp 237.500 menjadi Rp 4.762.500

Berikut rumus cara hitung berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2006 Tahun 2006
A. Cara menghitung PPh Pasal 21 atas gaji dan THR:

Gaji: Rp 5.000.000 x 12= Rp 60.000.000
Bonus atau THR: Rp 5.000.000
Maka penghasilan bruto: Rp 65.000.000

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan 5%x Rp 65.000.000= Rp 3.250.000
2. Iuran pensiun Rp 80.000×12= Rp 960.000
Sehingga total pengurangannya Rp 3.250.000+Rp 960.000= Rp 4.210.000

Penghasilan netto setahun Rp 65.000.000-Rp 4.210.000= Rp 60.790.000

Penghasilan netto setahun Rp 60.790.000
PTKP Setahun untuk wajib pajak Rp 54.000.000

Maka, Penghasilan kena pajak setahun yang berasal dari penghasilan neto setahun dikurang PTKP setahun atau Rp 60.790.000-Rp 54.000.000= Rp 6.790.000

Untuk besaran pajak PPh 21 terutang maka 5% x Rp 6.790.000= Rp 339.500

B. PPh Pasal 21 atas gaji setahun

Penghasilan setahun/bruto 12xRp 5.000.000= Rp 60.000.000

Pengurangan:
Biaya jabatan 5%xRp 60.000.000= Rp 3.000.000
Iuran pensiun 12xRp 80.000= Rp 960.000
Maka total biaya pengurangan Rp 3.000.000+Rp 960.000= Rp 3.960.000
Sehingga total penghasilan neto setahun Rp 60.000.000-Rp 3.960.000= Rp 56.040.000

Penghasilan netto setahun Rp 56.040.000
PTKP Setahun – untuk wajib pajak Rp 54.000.000

Penghasilan kena pajak setahun Rp 56.040.000-Rp 54.000.000= Rp 2.040.000
Sehingga PPh Pasal 21 terutang 5%x minus Rp 2.040.000= Rp 102.000

C. PPh Pasal 21 atas Bonus/THR

PPh Pasal 21 atas bonus/THR adalah Rp 339.500 – Rp 102.000= Rp 237.500

Jadi sudah paham kan, kalau masih ada yang bertanya apakah THR kena pajak? Maka jawabannya kena.