Ibadah haji dan umrah merupakan ibadah yang  dilakukan oleh umat Islam di seluruh dunia. Terkhusus pada ibadah haji yang merupakan salah satu dari 5 rukun Islam sehingga menjadi tujuan beribadah terutama bagi orang-orang Muslim yang memiliki kemampuan finansial.

Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi penyumbang jamaah haji terbesar setiap tahunnya. Dilansir dari  data Kementerian Agama, terdapat jumlah jamaah yang disesuaikan dengan kuota tahun 2022 sebesar 100.051 orang. Secara rinci dijelaskan bahwa kuota haji khusus sebesar 7.226 orang dan kuota haji reguler sebesar 92.825 orang.

Sementara, jumlah jamaah umrah Indonesia selalu menunjukkan tren peningkatan setiap tahunnya. Seperti pada tahun 2014-2015 terdapat 649.000 jamaah. Meningkat pesat di tahun berikutnya sebesar 677.509 jamaah. Jumlah tertinggi yaitu mencapai 1.005.336 jamaah pada tahun 2017-2018.

Minat yang tinggi umat muslim di Indonesia kepada ibadah haji dan umrah memang tidak perlu diragukan lagi. Lantas pertanyaannya saat ini adalah, apakah perjalanan haji dan umrah dikenakan pajak oleh negara?

Pemerintah memastikan tentang hukum pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa penyelenggaraan kegiatan ibadah haji dan umrah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.03/2020 tentang Kriteria dan/atau Rincian Jasa Keagamaan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

Jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan. Jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN meliputi jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khutbahh atau dakwah, jasa penyelenggara kegiatan keagamaan, dan jasa lainnya di bidang keagamaan.

Jasa lainnya di bidang keagamaan yang tidak dikenai PPN antara lain jasa penyelenggaran ibadah haji reguler dan jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah oleh pemerintah ke Kota Makkah dan Kota Madinah, dan jasa penyelenggaraan ibadah Haji Khusus dan/atau penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah oleh biro perjalanan wisata.

Tetapi bila dalam hal jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan tersebut juga menyelenggarakan perjalanan ke tempat lain dan tidak dalam hubungan transit baik tercantum atau tidak tercantum dalam penawaran pertama, maka jasa tersebut baru akan dikenakan PPN. Pajak masukan sehubungan dengan penyerahan jasa penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain tidak dapat dikreditkan.

Mengacu pada ketentuan pada Pasal 4A Ayat (3) huruf f Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan bahwa jasa keagamaan merupakan salah satu jasa yang tidak dikenakan PPN.

Penjelasan Pasal 4A ayat (3) huruf f, yang termasuk jasa keagamaan meliputi jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khutbah atau dakwah, jasa penyelenggara kegiatan keagamaan dan jasa lainnya di bidang keagamaan.

Namun pengenaan tarif PPN 11% dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tersebut didukung dengan adanya 14 aturan turunan, di antaranya adalah PMK Nomor 71/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu. Jasa Kena Pajak tersebut salah satunya termasuk usaha penyelenggaraan perjalanan.

Bagaimana jika #temanpajak melakukan pejalanan gabungan antara haji/umroh dan wisata ke tempat lain? #temanpajak hanya membayar PPN dari harga paket pejalanan wisatanya saja. Hal tersebut berbeda  jika dalam tagihannya tidak dapat dirinci antara paket haji/umrah dan tagihan paket wisata ke tempat lain maka tarifnya adalah 0,55% x harga jual keseluruhan paket.