Kamis, 30 September 2021 / 05:50 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210929165122-92-701150/1852-bumdes-masuk-e-commerce-selama-pandemi-covid-19

Jakarta, CNN Indonesia — Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan sebanyak 1.852 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merambah ke e-commerce menyusul menurunnya aktivitas pasar konvensional selama pandemi corona.

Abdul mengungkap ribuan BUMDes lainnya juga aktif memasarkan produk unggulannya melalui media sosial.

“BUMDes-BUMDes ini terus berpacu dengan kondisi kebutuhan supaya produknya bisa dipasarkan,” ujar Halim, dalam keterangan resmi, Rabu (29/9).

Halim mengatakan peningkatan jumlah BUMDes yang masuk ke dunia e-commerce menjadi tanda kemajuan digital di desa-desa. Menurutnya, semakin banyaknya partisipasi generasi muda menyebabkan proses pembangunan di desa semakin melek digital.

“Selama ini seakan-akan ada kontradiksi antara digital dan desa. Padahal sekarang sudah berjalan seiring,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan semakin banyak desa yang membangun kesepakatan untuk membangun sebuah BUMDes bersama. Sebagian di antaranya juga memanfaatkan dunia digital untuk merambah pasar yang lebih luas.

“Misalnya, di (Desa) Panggungharjo, sepuluh desa bikin kerja sama pasardesa.id. Sekarang sudah miliaran (rupiah) omzetnya,” ungkapnya.

Pria yang akrab disapa Gus Menteri ini mengatakan dari total 74.961 desa di Indonesia, sebanyak 3.700 desa di antaranya masih belum mendapatkan jaringan internet. Menurutnya, pemerintah saat ini terus menggenjot agar semua desa dapat segera mendapatkan jaringan internet.

“Dana desa sangat mendukung utamanya untuk fasilitas internet di spot-spot publik, misalnya, di kantor desa, balai pertemuan, pokoknya spot publik. Justru kita dorong agar disediakan jaringan internet,” tuturnya.

Penggunaan dana desa, lanjutnya, dialokasikan berdasarkan kebutuhan riil desa dengan mengacu pada SDGs Desa. Ia berharap dana desa dapat memberikan dampak signifikan pada penurunan angka kemiskinan ekstrem di Indonesia.

“Pengentasan kemiskinan ekstrem kalau ditangani tingkat mikro, yakni level desa akan mudah, tidak sulit karena permasalahannya jelas dan bisa disentuh,” katanya.