Selasa, 07 Desember 2021 / 07:29 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211207070657-85-730721/harga-minyak-dunia-menguat-usai-dampak-omicron-diprediksi-minim

Jakarta, CNN Indonesia — Harga minyak melonjak hampir lima persen pada akhir perdagangan Senin (6/12), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan terjadi usai dampak varian covid-19 omicron ke ekonomi diprediksi minim karena sebagian besar gejalanya ringan.

Dilansir Antara, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Februari naik US$3,20 atau 4,6 persen ke US$73,08 per barel. Sepanjang tahun, harga Brent menguat 38 persen didukung oleh pembatasan produksi yang dipimpin oleh kelompok produsen minyak dan sekutunya, OPEC+.

Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Januari sebesar US$3,23 atau 4,9 persen ke US$69,49 per barel.

Sebagai catatan, pekan lalu kedua harga acuan tersebut turun untuk enam minggu berturut-turut.

Berdasarkan laporan di Afrika Selatan, kasus omicron hanya menunjukkan gejala ringan. Pejabat tinggi penyakit menular AS Anthony Fauci juga mengatakan kepada CNN “sepertinya tidak ada tingkat keparahan yang besar” sejauh ini.

Awal pekan ini, pemerintah AS menyatakan larangan terhadap warga negara asing memasuki negara itu dari delapan negara Afrika bagian selatan adalah sesuatu yang dipertimbangkan kembali oleh penasihat kesehatan masyarakat Presiden Joe Biden setiap hari.

“Semua berita utama hari ini bullish,” kata Analis Senior Price Futures Group Phil Flynn.

Sementara, Analis Energi Commerzbank Research Carsten Fritsch menilai penguatan harga minyak dipicu oleh keputusan Arab Saudi menaikkan harga jual resmi (OSP) pada Minggu (5/12).

Eksportir terbesar dunia itu bakal mengenakan harga premium yang lebih tinggi untuk pengiriman minyak ke Asia dan Amerika Serikat pada Januari dibandingkan bulan sebelumnya.

Kemudian, Arab Saudi menaikkan harga jual resmi Januari untuk semua kadar minyak mentah yang dijual ke Asia dan Amerika Serikat hingga 80 sen dari bulan sebelumnya.

“Premi yang lebih tinggi untuk Asia dan AS dapat dianggap sebagai tanda permintaan yang kuat. Ini mendukung keputusan minggu lalu oleh OPEC+ untuk memperluas produksi minyak dengan tambahan 400 ribu barel per hari pada Januari,” tambah Fritsch.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, pekan lalu memutuskan untuk terus meningkatkan pasokan bulanan sebesar 400 ribu barel per hari (bph) pada Januari.

Menteri Perminyakan Irak Ihsan Abdul-Jabbar memperkirakan harga minyak akan mencapai lebih dari U$75 per barel berdasarkan laporan Kantor Berita Ina. Ia mengungkap OPEC sedang mencoba untuk “mengendalikan secara positif”.

Harga minyak juga didukung oleh berkurangnya prospek kenaikan ekspor minyak Iran setelah pembicaraan tidak langsung AS-Iran tentang penyelamatan kesepakatan nuklir Iran 2015 terhenti pekan lalu.

Lebih lanjut, sejumlah petinggi perusahaan energi menilai lebih banyak minyak masih diperlukan selama beberapa dekade ke depan.

“Saya pikir untuk pertama kalinya, dalam waktu yang lama, kita akan melihat pembeli mencari satu barel minyak, dibandingkan dengan satu barel minyak mencari pembeli, ” kata Kepala Eksekutif Perusahaan Jasa Energi Halliburton Jeff Miller saat menghadiri Konferensi Perminyakan Dunia di Houston awal pekan ini.