Senin, 11 Januari 2021 / 09:00 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210108153125-92-591222/hal-hal-yang-dilarang-saat-main-saham

Jakarta, CNN Indonesia — Aksi pamer portofolio oleh anak bungsu Presiden Joko Widodo hingga pesohor Raffi Ahmad dan Ari Lasso membuat investasi saham kini jadi perbincangan banyak pihak.

Lewat akun Instagramnya, Raffi dan Ari menyatakan telah mengantongi keuntungan banyak dengan mengoleksi saham PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS). Sementara, anak Jokowi, Kaesang Pangarep menjagokan saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) lewat Twitter nya.

Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan akan memanggil para influencer untuk berdiskusi mengenai pasar modal. Sebab, ada konsekuensi hukum untuk para influencer jika masyarakat yang mengikuti saran mereka kecewa karena harga sahamnya jatuh.

Lantas, sebenarnya apa saja hal-hal yang tak boleh dilakukan oleh investor saham?

  1. Memamerkan Portofolio Saham

Analis Pasar Modal Riska Afriani mengatakan investor sebaiknya tak memamerkan portofolio saham ke publik. Pasalnya, portofolio layaknya jumlah rekening di tabungan.

Artinya, jika memamerkan portofolio saham, maka sama saja seperti seseorang memamerkan jumlah uangnya di dalam rekening tabungan. Artinya, hal itu tak elok untuk dilakukan.

“Portofolio adalah pribadi. Ini sama halnya dengan rekening akun di bank. Orang punya akun di bank biasanya itu bersifat pribadi,” ucap Riska kepada CNNIndonesia.com, dikutip Jumat (8/1).

Namun, Riska menyatakan jika investor hanya memberitahu daftar portofolio sahamnya kepada beberapa teman saja tak masalah. Ini berbeda kasusnya jika investor itu adalah seorang influencer yang memiliki banyak pengikut (followers) di media sosialnya, entah Instagram atau Twitter.

“Kalau hanya sesama teman, ditanya temannya portofolionya apa, lalu diberi tahu apa saja. Kalau hanya sesama teman tidak masalah. Tapi ketika lingkupnya besar, jadi masalah,” terang Riska.

Ia mencontohkan kasus Raffi, Ari, dan Kaesang. Mereka memiliki banyak followers di akun media sosialnya masing-masing.

“Ketika Kaesang, Raffi, Ari menyebut nama saham yang mereka koleksi, maka banyak investor pemula yang belum mengerti nanti akan ikut-ikut saja,” ujar Riska.

Celakanya, jika saham yang dipromosikan oleh influencer ini adalah saham yang buruk secara fundamental. Harga sahamnya naik cuma karena sentimen isu sesaat.

“Harga ya harga saja, tidak mencerminkan perusahaan itu sebenarnya. Harga yang harusnya Rp100 per saham jadi Rp1.000 per saham,” ucap Riska.

  1. Beli Saham Atas Rekomendasi Influencer

Sementara, CEO Sucor Sekuritas Bernadus Setya Ananda Wijaya menyatakan jangan pernah membeli saham hanya karena rekomendasi dari influencer. Apalagi, rekomendasi diberikan tanpa edukasi.

“Rekomendasi dari influencer fatal jika tidak disertai dengan edukasi. Kalau edukasinya tidak masalah,” ujar Bernard.

Menurut dia, rekomendasi influencer harus ditelaah lagi oleh calon investor. Dengan kata lain, rekomendasi itu hanya bisa digunakan sebagai bahan referensi saja.

“Sebagai investor jangan hanya mengandalkan modal ikut-ikutan. Jangan hanya membeli berdasarkan rekomendasi dari influencer. Pahami risiko sebelum masuk pasar saham,” tutur Bernard.

  1. Menyebarkan Isu untuk Kepentingan Pribadi

Hal lainnya yang dilarang untuk dilakukan ketika menjadi investor adalah menyebarkan isu yang tak benar ke pasar. Terlebih, hal ini dilakukan untuk mengerek saham tertentu yang menguntungkan diri sendiri.

Riska menyatakan bisa saja ada ‘bandar’ yang membuat suatu isu untuk mengerek harga saham tertentu yang ia koleksi. Hal itu dilakukan untuk menaikkan harga saham.

Jika isu sudah ramai menjadi perbincangan publik, biasanya akan menggerakkan harga saham. Ketika harganya mencapai puncak, maka bandar tersebut bisa menjualnya dan meraup untung besar.

Sementara, investor lain akan merugi karena biasanya harga saham akan turun jika ada penjualan dalam jumlah besar. Artinya, kenaikan saham itu hanya bisa dinikmati oleh beberapa pihak saja yang memainkan isu tersebut.

“Jadi bisa saja kelompok tertentu. Membuat agar orang-orang masuk ke saham tersebut. Harga dibuat naik. Jadi orang itu beli di bawah, nanti jual di harga tinggi,” ucap Riska.

Penyebaran isu itu juga bisa saja dilakukan oleh orang dalam salah satu perusahaan perusahaan. Ia sengaja menyebarkan informasi yang belum dipaparkan secara resmi oleh perusahaan demi keuntungan sendiri atau segelintir pihak yang sudah memarkirkan uangnya lebih dulu di saham tersebut.

“Isu biasanya akan membuat suatu saham naik duluan,” imbuh Riska.

Ketika harga saham naik, maka orang dalam dan segelintir pihak itu otomatis untung besar karena sebelumnya sudah beli di harga murah. Setelah itu, mereka bisa langsung menjual sebagian sahamnya ketika harga sedang naik.