Kamis, 18 November 2021 / 20:45 WIB

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20211118171424-92-723106/ekonom-wanti-wanti-bea-masuk-ekstra-baju-impor-bikin-ogah-belanja

Jakarta, CNN Indonesia — Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal mewanti-wanti pemerintah mengenai dampak pengenaan ekstra bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) bagi pakaian dan aksesoris impor. Pasalnya, hal ini diperkirakan bisa membuat masyarakat ogah berbelanja baju impor bermerek karena menjadi lebih mahal.

“Karena nanti konsumsi kita (untuk beli baju) ditambah kenaikan biaya impor. Orang yang mau beli baju bisa jadi tidak mau beli,” ucap Fithra di Webinar Pengelolaan Keuangan Negara saat Pandemi, Kamis (18/11).

Dampak lebih luasnya, sambung Fithra, bisa membuat konsumsi rumah tangga menurun. Padahal, indikator ini memegang peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena kontribusinya mencapai 60 persen.

“Maka pertumbuhan ekonomi pun akan terdampak,” imbuhnya.

Kendati begitu, belum ada hitung-hitungan darinya mengenai seberapa besar potensi penurunan belanja masyarakat pada baju impor ke depan. Begitu pula soal hitung-hitungan penurunan konsumsi dan laju perekonomian dari kebijakan ini.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluarkan aturan baru berupa pengenaan ekstra BMTP bagi pakaian dan aksesoris impor berkisar Rp19.260 sampai Rp63 ribu per potong. Kebijakan ini berlaku mulai 12 November 2021.

Kebijakan itu tertuang di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 142/PMK.010/2021 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Pakaian dan Aksesori Pakaian.

Kebijakan ini sudah sempat mendapat protes dari Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (Apregindo). Sebab, asosiasi menilai kebijakan ini akan menambah beban biaya bagi pelaku industri ritel nasional.

Padahal, menurut Ketua Umum Apregindo Handaka Santosa, saat ini ada banyak pungutan biaya yang dibebankan ke pengusaha ritel. Itu mulai dari bea masuk garmen sebesar 25 persen, pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen, pajak penghasilan 7,5 persen sampai 10 persen, dan biaya surveyor 1 persen sampai 2 persen.

“Jadi tanpa BMTP saja sudah 45 persen. Lalu mau ditambah BMTP? Ya tentu orang-orang nanti larinya ke jastip (jasa titip) yang tidak kena PPN dan penyelundupan akan marak,” ujar Handaka.

Tak hanya menambah beban pengusaha, ia juga khawatir minat belanja masyarakat ikut tergerus. Apalagi kondisi ekonomi saat ini masih sulit sehingga daya beli melemah.