Rabu, 18 November 2020 / 22.47 WIB

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5260820/djp-pelototi-data-transaksi-wajib-pajak-nasabah-pegadaian?tag_from=wp_nhl_6

Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan PT Pegadaian (Persero) menandatangani Nota Kesepahaman tentang integrasi data perpajakan. Integrasi data perpajakan merupakan konektivitas host-to-host antara platform ERP Wajib Pajak dengan server penyelenggara pelaporan dan pembayaran pajak.

Dengan kata lain, sistem perpajakan milik perusahaan sudah terintegrasi langsung dengan sistem DJP. Sinergi DJP bersama PT Pegadaian (Persero) merupakan bagian dari strategi kepatuhan berbasis kerja sama (cooperative compliance) yang dapat memberikan manfaat saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.

“Bagi DJP, integrasi data memberikan akses terhadap data keuangan Wajib Pajak serta data transaksi Wajib Pajak dengan pihak ketiga,” ujar Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, dikutip dari keterangan tertulis DJP, Rabu (18/11/2020)

Hestu mengatakan dengan adanya data ini maka DJP dapat melakukan penelitian dan pengujian kepatuhan secara elektronik sehingga dapat mengurangi beban administratif terkait pemeriksaan dan juga potensi terjadinya keberatan dan banding.

Dengan demikian kerja sama ini meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengumpulan penerimaan pajak. Bagi Wajib Pajak, transparansi perpajakan memiliki manfaat untuk menurunkan beban kepatuhan dan risiko pemeriksaan atau sengketa di kemudian hari yang seringkali mengalihkan sumber daya perusahaan dari aktivitas produktif.

Hestu menambahkan, DJP berharap kerja sama dengan PT Pegadaian (Persero) sebagai BUMN sektor keuangan Indonesia yang bergerak pada tiga lini bisnis perusahaan yaitu pembiayaan, emas, dan aneka jasa dapat menjadi contoh bagi para korporasi besar lainnya supaya bisa segera mengikuti langkah transparansi perpajakan.

“Dengan demikian administrasi pajak korporasi menjadi jauh lebih sederhana dan efisien sekaligus menurunkan risiko sengketa perpajakan,” tutur Hestu.