Selasa, 13 Agustus 2019 / 13.04 WIB

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4663614/deretan-negara-yang-berkali-kali-gelar-tax-amnesty

Jakarta – Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia berharap pemerintah kembali menggelar tax amnesty alias pengampunan pajak. Wacana ini muncul belakangan ini.

Sebelum lebih jauh membahas hal tersebut, ada baiknya melihat catatan di beberapa negara yang pernah melaksanakan pengampunan pajak lebih dari satu kali.

Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mencatat setidaknya ada lima negara yang pernah menggelar pengampunan pajak lebih dari satu kali. Negara tersebut adalah Amerika Serikat (AS), Afrika Selatan, India, Turki, dan Irlandia.

“Tax amnesty mereka berjilid-jilid,” kata Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo saat dihubungi detikFinance, Selasa (13/8/2019).

Pelaksanaan tax amnesty di AS, kata Prastowo dilakukan lebih dari 18 kali di 41 negara bagian dalam kurun 30 tahun dan mendapatkan penerimaan US$ 5,3 miliar. Realisasi tersebut justru membuat pemerintah AS kapok.

“Mereka lantas kapok dan menerbitkan Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA) yang secara unilateral mengejar harta warga negara Amerika di seluruh dunia,” jelasnya.

FACTA merupakan peraturan pemerintah AS yang didasarkan oleh perundangan Hiring Incentives to Restore Employment Act tanggal 18 Maret 2010 yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2013. Tujuan utama pembentukan FACTA adalah untuk menanggulangi penghindaran pajak (tax avoidance) oleh warga negara AS yang melakukan direct investment dan indirect investment melalui lembaga keuangan di luar negeri ataupun kepemilikan perusahaan diluar negeri.

Kemudian ada Afrika Selatan yang melaksanakan pengampunan pajak sebanyak tiga kali pada 1995, 2003, dan 2006. Tetapi, pelaksanaannya didahului rekonsiliasi politik yang mulus dan tuntas.

Adapun, tujuan utama amnesti pajak di Afrika Selatan antara lain, mewajibkan penduduk Afrika Selatan patuh terhadap ketentuan exchange control dan masalah-masalah perpajakan pada umumnya, memfasilitasi pengembalian aset yang berada di luar negeri, dan meningkatkan penerimaan pajak di masa yang akan datang.

“Dalam sejarahnya, Afrika Selatan telah melaksanakan amnesti pajak tiga kali,” katanya.

India, kata Prastowo, melakukan program pengampunan pajak sebanyak 12 kali dari tahun 1951 sampai 2016. Hasil dari itu, beberapa kalangan di India menemukan positif dan negatifnya.

“Gupta dan Mokherjee (1995) menemukan fakta bahwa amnesti pajak berhasil meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan,” katanya.

“Studi Memon (2015) dan Alm (1998) bahkan menunjukkan fakta mengkhawatirkan. Sebagian besar pengampunan pajak di negara berkembang tidak berhasil dan dalam jangka panjang cenderung merugikan penerimaan negara,” tambahnya.

Turki, kata Prastowo tercatat sudah melaksanakan 29 kali pengampunan pajak yang dimulai pada 1924-2016, atau setiap dua sampai tiga tahun. Program tax amnesty di Turki yang berlaku pada 19 Agustus hingga 31 Desember 2016 memberikan amnesti dari berbagai pelanggaran pajak untuk orang-orang yang tidak melaporkan aset mereka yang berada di luar Turki, seperti uang tunai, emas, surat berharga, instrumen pasar modal lainnya. Untuk mendapatkan manfaat dari amnesti, wajib pajak harus mengembalikan aset mereka ke Turki setelah deklarasi.

“Namun, tax amnesty di Turki bukan pendekatan berkelanjutan lagi,” jelasnya.

Terakhir adalah Irlandia. Di mana Pemerintahan Irlandia menerapkan general tax amnesties yang mencakup seluruh kelompok wajib pajak. Pengampunan pajak ini dilakukan pada tahun 1988 dan 1993. Otoritas pajak Irlandia diberikan tambahan kewenangan untuk mengakses informasi institusi keuangan dan mempublikasikan nama-nama para pengemplang pajak di media.

Pada tahun 2011, Pemerintah Irlandia mengeluarkan aturan perihal Mandatory Disclosure Regime (MDR) dan para wajib pajaknya diharuskan untuk mengungkapkan skema atau model tax planning-nya. Lebih lanjut, pada tahun 2017, Irlandia tergabung dengan AEoI.

Menurut Prastowo, dengan sudah banyaknya negara yang tergabung dalam keterbukaan informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan (AEoI) maka tidak perlu lagi melaksanakan program tax amnesty. Banyaknya negara yang melaksanakan tax amnesty hingga lebih dari satu dikarenakan pada saat itu belum adanya keterbukaan informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

“Dengan adanya kesepakatan antar negara-negara di dunia perihal AEoI, sejatinya akan sulit bagi wajib pajak untuk melakukan penghindaran dan pengelakan pajak (tax avoidance dan tax evasion) ke depan,” ungkap dia.