Kamis, 10 Juni 2021 / 10:26 WIB
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210610101741-90-652511/berkat-restrukturisasi-kinerja-pertamina-group-lebih-efisien
Jakarta, CNN Indonesia — Dengan operasional yang terintegrasi dan lebih efisien, konsistensi PT Pertamina (Persero) dalam menjalankan restrukturisasi perusahaan yang membentuk holding dan 6 subholding selama hampir 1 tahun membuahkan manfaat positif.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan restrukturisasi telah menghasilkan struktur korporasi yang lebih padat, sehingga span of control dan pengelolaan anak perusahaan Pertamina jadi lebih optimal. Pada tingkat holding, pasca restrukturisasi organisasi yang sebelumnya 11 direktorat kini menjadi 5 direktorat, sehingga organisasi lebih lean dan pengambilan keputusan pun lebih cepat dan efisien.
“Terjadi stream lining, sehingga kita pun lebih mudah dalam melakukan pengelolaan dan menyusun rencana strategis untuk seluruh bisnis Pertamina Group,” kata Nicke.
Keenam subholding yang mengelola bisnis inti, yakni Upstream Subholding, Refining & Petrochemical Subholding, Commercial & Trading Subholding, Gas Subholding, Power & NRE Subholding, dan Shipping Subholding berfokus mengelola bisnis dan aset perusahaan sesuai lingkup masing-masing. Bagi BUMN yang bergerak di bidang migas, Pertamina tetap bertanggung jawab menjalankan tugas dan peran sesuai dengan UU Energi dan UU BUMN.
Namun secara bisnis, lanjut Nicke, dengan adanya restrukturisasi nilai perusahaan harus meningkat dan pada saat bersamaan tetap berkomitmen menjalankan penugasan pemerintah.
“Operasional diturunkan ke anak perusahaan atau ke subholding, maka holding ini lebih fokus ke bagaimana kita mengembangkan bisnis ke depan. Transisi energi dari fosil fuel akan bergerak ke new and renewable energy atau green environment. Inilah yang menjadi tugas besar di holding, bagaimana menjalankan itu paralel dengan memperkuat bisnis yang ada,” papar Nicke.
Dia mengungkapkan, Pertamina merencanakan investasi senilai USS92 miliar dalam periode 2020-2024 untuk pengembangan bisnis. Kini, dengan struktur lebih ramping, termasuk kewenangan holding dan subholding yang lebih jelas, diikuti proses pengambilan keputusan untuk investasi yang lebih ringkas, perusahaan diyakini dapat memangkas biaya operasional dan berhemat biaya investasi, salah satunya melalui integrasi proses bisnis dari hulu sampai hilir.
Nicke memberi contoh, pengelolaan wilayah kerja (WK) hulu di mana Pertamina melalui anak usahanya terus meningkatkan produksi atau lifting sesuai target pemerintah. Sebelumnya, WK melakukan perencanaan dan pengadaan masing-masing, sehingga pasca restrukturisasi dapat terintegrasi seperti pengadaan rig yang dilakukan hanya sekali. Begitu pula dengan pengelolaan resources yang sebelumnya memiliki pengelolaan WK terpisah, ada batas cadangan potential reserve yang tidak dikelola karena berada di perbatasan.
“Dengan pengelolaan WK pada 1 hamparan, saat ini di Regional Kalimantan Timur ada tambahan cadangan 50 juta Barrel Oil Equivalent (BOE) dan potensi eksplorasi 200 juta BOE di Laut Jawa,” kata Nicke.