28/06/2024

Source: https://www.pajak.com/pajak/bank-dunia-kenaikan-tarif-ppn-12-persen-hambat-perluasan-basis-pajak-dan-penurunan-kepatuhan/

Pajak.com, Jakarta – World Bank (Bank Dunia) mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk mengkaji dampak kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai awal tahun 2025. Menurut Bank Dunia, kenaikan tarif PPN akan menghambat perluasan basis pajak yang bermuara pada penurunan kepatuhan.

Seperti diketahui, tarif PPN 12 merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Sebelum UU HPP berlaku, Pemerintah Indonesia telah menaikkan tarif PPN menjadi 11 persen dari sebelumnya 10 persen.

“Dampak kenaikan tarif PPN akan terhambat oleh sempitnya basis pajak dan diperburuk oleh rendahnya kepatuhan. Di sisi lain, perkiraan menunjukkan bahwa pengaruh absolut dari tingkat kenaikan penerimaan PPN hanya sebesar 0,3 (2022) dan 0,4 persen (2023). Reformasi yang dimulai melalui UU HPP pada tahun 2021 dapat dilengkapi dengan langkah-langkah jangka pendek dan menengah,” tulis Bank Dunia dalam laporan berjudul Indonesia Economic Prospects (IEP) Edisi Juni 2024, dikutip Pajak.com, (27/6).

Pada Langkah jangka pendek, Pemerintah Indonesia dapat menetapkan ambang batas pajak (pengusaha kena pajak) yang lebih rendah, penghapusan pengecualian pajak, dan perbaikan mekanisme audit untuk meningkatkan kepatuhan.

“Sementara itu, langkah jangka menengah dapat ditempuh dengan peningkatan akses dan ketersediaan data pihak ketiga untuk melacak dan memverifikasi penghasilan serta memformalkan sektor usaha,” tulis Bank Dunia.

Pada kesempatan berbeda, Tax Compliance and Audit Manager TaxPrime Januar Ponco berpandangan, pemerintah juga perlu mempertimbangkan tingkat kepatuhan pajak di Indonesia sebagai dasar fundamental penetapan kenaikan tarif PPN. Apabila membandingkan rasio pajak di negara ASEAN, Indonesia memiliki rasio pajak paling rendah.

Ponco mencatat, rasio pajak Indonesia masih bertengger di level 10,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di tahun 2022. Posisi ini tertinggal dari Thailand yang mencatat rasio pajak (14,5 persen terhadap PDB), Singapura (12,9 persen), Malaysia (10,9 persen), Vietnam (22,7 persen), dan Filipina (17,8 persen).

“Kondisi tarif PPN berbeda-beda di setiap negara memperhitungkan kondisi ekonomi masyarakatnya, daya beli masyarakat, inflasi hingga pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sebetulnya, bukan tarif PPN-nya yang dibandingkan, melainkan tingkat kepatuhan pajak masyarakat dan penegakan hukumnya yang harus dibenahi terlebih dahulu oleh Pemerintah Indonesia,” ujar Ponco kepada Pajak.com beberapa waktu lalu, di Ruang Rapat TaxPrime, Menara Kuningan.

Dari sisi pertumbuhan ekonomi, Indonesia masih berada pada level 5,31 persen pada tahun 2022. Bila dibandingkan dengan negara ASEAN lain, seperti Vietnam yang telah mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8,02 persen atau Filipina 7,60 persen.

“Jadi, perlu pertimbangan yang lebih holistik dan komprehensif untuk mengimplementasikan UU HPP terkait kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen mulai awal 2025,” pungkas Ponco.